Tuesday, November 5, 2013

MANUSIA BERASAL DARI ADAM dan HAWA: Bagaimana mungkin?

Ketika Romo menjelaskan tentang “Penciptaan Adam dan Hawa” (HIDUP No 31, 3 Agustus 2008), Romo menegaskan bahwa Gereja Katolik mengajarkan monogenisme, artinya bahwa umat manusia berasal dari satu pasangan saja. Penegasan ini dilakukan untuk menentang ajaran tentang poligenisme, yaitu bahwa umat manusia berasal dari beberapa pasangan. Padahal, dalam penjelasan tentang “Siapa istri Kain?” (HIDUP No 36, 9 September 2007) Romo menyiratkan bahwa ada juga manusia-manusia lain selain Adam, Hawa, dan Kain, sehingga istri Kain bukanlah Hawa tetapi wanita lain. Bagaimana mengerti hal-hal yang tampaknya bertentangan ini? Apa sebenarnya yang mau diajarkan Gereja berkaitan dengan kisah Adam dan Hawa ini? Mohon penjelasan.

Valens Jelatu, 085239012xxx

Pertama, ajaran tentang monogenisme berasal dari Konsili Trente (DS 1513), kemudian diteguhkan Paus Pius XII (Humani Generis, 1950), dan ditegaskan kembali oleh Paus Paulus VI pada pidato 11 Juni 1966. Ajaran tentang monogenisme ini sebenarnya hendak mengajarkan bahwa kejatuhan ke dalam dosa adalah ”satu kejadian purba yang terjadi pada awal sejarah umat manusia.” (KGK 390) Menyimak dokumen Konsili Vatikan II Gaudium et Spes no 13 (terbit 1965) dan KGK 390 (terbit 1993), tidak lagi dipermasalahkan, apakah sejak awal itu ada satu pasang atau beberapa pasang. Kepastian iman yang hendak diajarkan ialah bahwa manusia yang diciptakan dalam keadaan baik itu, menyalahgunakan kebebasannya dan tidak mematuhi perintah Allah. Di situlah terletak dosa pertama manusia. (KGK 397, 398). Ajaran Gereja dalam Katekismus ini bersifat terbuka dan tidak membatasi pada konsep adanya satu pasang nenek moyang.

Kedua, kepastian iman kedua yang diberikan oleh wahyu Ilahi ialah bahwa dosa pertama itu telah ditularkan ke seluruh sejarah umat manusia (KGK 390). Keselarasan dan kekudusan yang telah direncanakan Allah hilang karena dosa pertama nenek moyang kita dan manusia pada umumnya menjadi rusak sama sekali (KGK 379, 397-401). Dengan kata lain, dosa pertama itu bukan hanya melukai si pelaku, tetapi juga mengenai seluruh umat manusia dan turun-temurun, serta merusak relasi umat manusia dengan Allah, sesama, diri sendiri, dan juga dengan alam semesta (KGK 374-376).

Mengapa dosa pertama itu mempunyai dampak yang sedemikian luas bahkan turun-temurun? Karena setiap manusia bersifat relasional, artinya dalam diri manusia, “seluruh umat manusia bersatu ’bagaikan tubuh yang satu dari seorang manusia individual’ (Tomas Aqu., mal. 4.1).” Karena ’kesatuan umat manusia ini’, semua manusia terjerat dalam dosa pertama tersebut. (KGK 404).

Ketiga, penjelasan di atas menunjukkan bahwa soal monogenisme dan poligenisme tidak lagi menjadi soal, jika kedua kepastian iman tersebut di atas bisa dipertahankan. Keberatan yang seringkali diajukan melawan teori poligenisme ialah berkaitan dengan cara penularan dari dosa pertama itu, yaitu bahwa dosa itu mengenai seluruh keturunan Adam. Jika pada awal mula ada banyak pasangan manusia, bagaimana dosa pertama itu mengena juga pada pasangan lain dan juga keturunan mereka?

Konsep penularan atau perkembangbiakan dosa pertama tentu harus dilepaskan dari konsep penularan biologis, artinya dosa itu mengenai bukan hanya keturunan biologis dari manusia dengan dosa pertama, tetapi juga mengenai manusia lain yang ada bersama dengannya, dan dengan demikian juga mengenai seluruh keturunan pasangan-pasangan itu. Dengan demikian, akhirnya seluruh umat manusia terkena dosa pertama itu. Inilah yang disebut sebagai dosa asal atau warisan keadaan dosa.

Katekismus menegaskan kembali ajaran tradisional bahwa dosa asal itu “menimpa kodrat manusia.... Dosa itu diteruskan kepada seluruh umat manusia melalui pembiakan, yaitu melalui penerusan kodrat manusia, yang kehilangan kekudusan dan keadilan asali.” (KGK 404). Pembiakan atau penerusan melalui kodrat itu tidak boleh dimengerti sebagai konsep biologis, tetapi dengan konsep teologis seperti halnya kita menyebut Abraham sebagai bapa iman kita. Konsep penularan ini juga sepadan dengan konsep penebusan, yaitu bagaimana rahmat penebusan Yesus Kristus dikenakan pada semua orang, meskipun secara biologis kita tidak mempunyai hubungan darah dengan Yesus Kristus (bdk Rom 5:12-21).

Pastor Dr Petrus Maria Handoko CM - HidupKatolik.com
--Deo Gratias--

No comments:

Post a Comment