Friday, October 26, 2012

  • G. K. Chesterton

    "Kita tidak membutuhkan agama untuk memberitahu hal yang benar ketika kita benar. Apa yang kita butuhkan adalah agama yang memberitahu kita apa yang benar ketika kita melakukan kesalahan"

5 Luka Suci Kristus

a 15th century woodcut of the Five Wounds of Christ (source)
Merupakan sebuah misteri mengapa Kristus mempertahankan 5 luka suci ini setelah kebangkitan. Kepada rasul Thomas, ia berkata : “Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.” Kemudian Thomas menjawab Ia dan berkata ‘Tomas menjawab Dia: “Ya Tuhanku dan Allahku!” (Jn 20,27-28).
St. Thomas Aquinas memberikan 5 alasan mendasar mengapa Kristus mempertahankan lima luka ini dalam tubuhnya yang mulia setelah kebangkitan (Summa III.54,4) :
Pertama, karena kelima luka ini memproklamasikan kemuliaan dan kemenangan Kristus. Seperti Adam yang memuliakan dirinya melalui kesombongan dan ketidaktaatan, yang kemudian dikalahkan oleh ular, begitu pula Kristus yang menyamakan dirinya melaui mazmur sebagai “cacing dan bukan manusia” (Maz 22 : 6), untuk mengingatkan kita akan ular perunggu yang diangkat oleh Musa untuk menyembuhkan orang yang terkena gigitan ular dan dosa mereka (bdk Bil 21 : 7-9), “mengosongkan dirinya…Ia merendahkan diri-Nya, taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib. Karenanya Allah memuliakan Ia, dan mengaruniakan kepada-Nya nama diatas segala nama;…setiap lidah akan mengakui bahwa Tuhan Yesus Kristus berada dalam kemuliaan Allah Bapa” (Filipi 2: 7-9, 11)
Kedua, Kristus mempertahankan luka-luka-Nya dalam kemuliaan, untuk meneguhkan para muridnya dalam iman dan harapan akan kebangkitan, dan memberi mereka keberanian untuk menderita demi nama-Nya. “Jika Kristus tidak bangkit, sia-sialah iman kalian, karena kalian masih berada dalam dosamu. Karenanya, mereka yang telah mati dalam Kristus, binasa semuanya. Jika kita berharap pada Kristus hanya untuk kehidupan sekarang ini, maka kita ini orang-orang paling malang. Tetapi sesungguhnya Kristus telah bangkit dari mati, Dialah yang pertama sebagai yang sulung dari semua yang telah meninggal. Seorang manusia telah mendatangkan kematian; seorang manusia juga yang mendatangkan kebangkitan diantara orang mati” (1 Kor 15 : 17-21). Diyakinkan akan harapan kita, kita tidak akan takut terhadap penderitaan dan kematian. St. Petrus menganjurkan :”Sebaliknya kamu harus bergembira karena ikut ambil bagian dalam penderitaan Kristus, sebab pada waktu kemulian-Nya dinyatakan, kamu juga akan turut bersuka cita!” (1 Pet 4:12-13)
Ketiga, Ia mempertahankan luka-luka-Nya dalam kemuliaan, agar Ia secara tetap menghadirkannya kepada Bapa di surga, untuk memohon demi keselamatan kita. “Yesus sebagai Imam Agung,” masuk melalui tabernakel yang sempurna dan lebih besar sekali untuk selamanya…melalui darah-Nya ke dalam tempat Terkudus, setelah memperoleh penebusan abadi” bagi kita. Ia masuk “ke dalam surga itu sendiri, sekarang ini Ia ada di hadirat Allah demi kita. Oleh karena itu, untuk segala masa Ia sanggup menyelamatkan mereka yang mendekati Allah melalui Dia, karena Ia hidup untuk menyampaikan permohonan untuk mereka” (Ibr 9:11-12, 24; 7:25)
Keempat, untuk mengesankan mereka yang telah Ia tebus melalui kematiaan-Nya, betapa dengan penuh kasih Ia datang menolong mereka dengan menempatkan luka-luka-Nya dihadapan mereka. Ini Ia lakukan tidak hanya untuk menggambarkan besarnya kasih-Nya (“Inilah kasih itu, bukan kita yang telah mengasihi Allah, melainkan Ialah yang pertama-tama mengasihi kita, dan mengurus putra-Nya sebagai kurban untuk menyilih dosa-dosa kita” – 1 Yoh 4:10), tapi untuk menguatkan harapan kita. “Bila Allah ada di pihak ktia, siapa berani melawan kita? Jika Allah tidak sayang akan Putra-Nya sendiri, tetapi menyerahkan-Nya untuk kita semua, bagaimana Ia tidak memberikan juga hal-hal yang lain bersama dengan Dia? (Roma 8:31-32). Ia tahu bahwa rasa syukur yang besar akan menguatkan kita dalam rasa takut akan Tuhan dan melindungi kita dari dosa. Hal ini menggerakkan St. Paulus untuk berseru kepada umat di Galatia untuk membawa mereka kembali kepada Kristus :”Betapa tololnya kamu, hai orang-orang Galatia! Bagaimana kamu dapat dipesona, meskipun dengan jelas sekali Kristus telah diwartakan sebagai yang tersalibkan? Hanya ini yang hendak kutanyakan kepadamu : Adakah kamu menerima Roh untuk melaksanakan hukum taurat, atau oleh karena percaya kepada injil? …Kalau begitu sia-sia kamu sudah mengalami semuanya ini! Kiranya tidak demikian”
Dan kelima, agar pada Hari Penghakiman tampak bagi semua, bahkan mereka yang terkutuk, betapa adil penghukuman itu sesungguhnya, di dalamnya mereka menolak dengan penghinaan suatu penebusan yang agung. Penulis kuno berseru kepada mereka dalam pribadi Kristus sang Hakin :”Lihatlah ia yang kami salibkan. Lihatlah luka-luka yang kamu timbulkan. Sadarilah sisi yang kamu tikam. Karena olehmulah sisi itu terbuka, dan kamu menolak masuk ke dalamnya” dan karenanya berbagi dalam kehidupan itu sendiri. Kita juga membaca dalam Wahyu :”Lihatlah, Ia datang dengan awan, dan segala mata akan memandang Ia bahkan mereka juga yang menikam Dia” (Wahyu 1:7)
  • Bunda Maria

    Ave Maria, gratia plena, Dominus tecum, benedicta tu in mulieribus, et benedictus fructus ventris tui Iesus. Sancta Maria mater Dei, ora pro nobis peccatoribus, nunc, et in hora mortis nostrae. Amen

St. Pedro Calungsod, Katekis dan Martir


Santo Pedro Calungsod merupakan salah satu dari 7 orang kudus yang dikanonisasi oleh Paus Benediktus XVI pada 21 Oktober 2012. Pedro Calungsod adalah seorang katekis muda. Ia lahir di Cebu, pada tahun 1655. Ia keturunan suku Visayas. Ia digambarkan sebagai pemuda berkulit coklat terang, berwajah bulat dengan hidung kecil, mata hitam, rambut hitam lurus hingga tengkuk, selalu mengenakan kemeja camisas dan celana selutut yang disebut calzones.
Ia pernah belajar di sekolah berasrama milik Serikat Yesus. Ia belajar dalam bahasa Spanyol, sebagai calon baptis dan penerima komuni pertama. Ia memiliki keahlian dalam hal menggambar, melukis, menyanyi, bermain drama dan pertukangan kayu. Ia juga seorang Putra altar pada misa Tridentine.
Tahun 1668, ia memulai perjalanannya bersama misionaris Yesuit ke kepulauan Ladrones. Lalu ia bersama Pastor Luise San Vitores menuju Pulau Guam untuk mengajar Suku Komoro. Sejumlah besar penduduk setempat mau dipertobatkan dan menjadi katolik.
Waktu itu, seorang pedagang China bernama Choco memfitnah bahwa air yang digunakan untuk membaptis beracun. Hal itu tersebar setelah meninggalnya beberapa bayi setelah dibaptis. Choco didukung oleh para dukun (macanjas) dan gigolo (urritaos) yang benci pada misionaris. Sebagian penduduk mulai mempercayai fitnah itu.
Sabtu pagi, 2 April 1672, istri kepala desa melahirkan bayi perempuan. Sang kepala desa yang bernama Mata’pang menolak pembaptisan karena sudah termakan fitnah si Choco. Namun saat Mata’pang pergi, Pastor Vitores membaptis bayi itu atas ijin ibunya yang  katolik. Sang kepala desa bertambah marah dan menyerang dengan tombak. Calungsod sebenarnya bisa mengatasi serangan itu, tapi sang pastor melarangnya untuk membawa senjata. Ia pun bisa melarikan diri, tapi ia tidak mau meninggalkannya sendirian. Akhirnya, tombak itu menghujam dada Calungsod, dan ia wafat pada usia 17 tahun. Saat sakratul maut, Calungsod sempat menerima sakramen pengampunan sebelum sang pastor akhirnya dibunuh. Jenazad mereka dibuang ke teluk Tumon dengan batu besar terikat di kaki dan tidak pernah ditemukan.
Tahun 1994, diajukan proses beatifikasi Calungsod, dan selesai pada 1999. Pada Maret 2000 ia dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II. Dan sekarang ia telah menjadi santo. Ia adalah pelindung para katekis, kaum muda, dan putra altar. Pestanya diperingati setiap tanggal 2 April. Santo Pedro Calungsod, doakanlah kami!
Tulisan ini ditulis ulang dari majalah Hidup dengan beberapa perubahan, dan tidak semuanya tercantum pada artikel ini.
Doa Kepada Santo Pedro Calungsod,
Pedro Calungsod yang terberkati, murid, katekis, migran muda, misioner, teman yang setia, martir, engkau menginspirasi kami dengan kesetiaanmu di masa-masa sulit; dengan keberanianmu dalam mengajar iman di tengah kejahatan; dengan cintamu saat engkau menumpahkan darah demi Injil. Jadikan masalah kami masalahmu (sebutkan masalah anda) dan berbicaralah mewakili kami dihadapan tahta Kerahiman dan Rahmat agar, selagi kami mengalami pertolongan surga, kami didorong untuk hidup dan mewartakan Injil di bumi ini. Amen.
Santo Pedro Calungsod, salah satu 7 orang Kudus yang baru saja dikanonisasi oleh Paus Benediktus XVI. Siapakah dia dan apa yang bisa dipelajari dari hidupnya? Silakan membaca artikel berikut : http://luxveritatis7.wordpress.com/2012/10/25/st-pedro-calungsod-katekis-dan-martir/

Scio Cui Credidi
“Aku tertawa mendengar engkau membicarakan tentang ‘perhitungan’ yang akan dituntutkan Tuhan darimu.

Tidaklah demikian, bagimu Dia bukanlah seorang hakim yang lalim.

Bagimu Dia adalah Yesus.”

Kata-kata ini, yang ditulis oleh seorang Uskup yang suci, telah menghibur hati banyak orang yang mengalami kesulitan, dan juga dapat menghibur hatimu. ~Sto Josemaria Escriva, Camino #168

*”Ad astra per aspera!”—“ Sampai ke bintang dengan jerih payah!”

[+In Cruce Salus, Pada Salib Ada Keselamatan. Thomas A Kempis, 'De Imitatione Christi II, 2, 2]