Saturday, January 12, 2013

DOA : KARYA NYATA YANG PALING SEDERHANA NAMUN PALING UTAMA

Kita cenderung untuk terpukau pada karya nyata Yesus di depan umum yang dilakukan-Nya sejak pembaptisan-Nya. Padahal, Ia melakukannya hanya selama 3 tahun dari 33 tahun hidup-Nya di dunia.

Siapa di antara kita yang berani menyangsikan bahwa Maria dan Yosef, sebagaimana lazimnya orang tua Yahudi, juga mengajarkan-Nya untuk bertekun dalam DOA sesuai tradisi bangsa yahudi?

Siapa di antara kita yang berani menyangsikan bahwa hati-Nya penuh dengan DOA kepada Bapa-Nya ketika Ia dibaptis?

Pada awal karya pelayanan-Nya, Ia bukan mengajarkan bagaimana cara untuk menarik simpati banyak orang, melainkan bagaimana BERDOA dengan benar.

Dalam kesibukan pelayanan-Nya, Ia menyempatkan diri menyepi untuk BERDOA.

Sebelum diserahkan pada penguasa yang kejam, Yesus BERDOA kepada Bapa bagi kesatuan murid-murid-Nya.

Sebelum mengambil keputusan memikul salib, Ia BERDOA di taman Getsemani.

Ketika Ia disalib, Ia berseru dengan pedih dan menDOAkan mazmur, “Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Daku?”

Di balik karya nyata Yesus selalu ada DOA.

Di balik karya yang gilang gemilang, selalu ada lutut yang setia bertelut.

Kita dapat saja melakukan karya nyata yang dikagumi banyak orang.

Namun kita tidak dapat serta merta mengatakan bahwa karya kita adalah doa kita.

Bahkan, kita dapat saja terjerumus memuliakan diri sendiri dalam karya kita.

Namun ingatlah, bahkan ketika tubuh kita terbaring lemah tak berdaya,

satu-satunya karya yang dapat kita lakukan justru adalah BERDOA bagi kepentingan Gereja dan sesama.

Karya yang luar biasa sekalipun tidak dapat menggantikan DOA.

Maka jangan meremehkan DOA.

DOA adalah jantung karya kita.

~IOJC (tu scis quia amo te)~
DOA : KARYA NYATA YANG PALING SEDERHANA NAMUN PALING UTAMA

Kita cenderung untuk terpukau pada karya nyata Yesus di depan umum yang dilakukan-Nya sejak pembaptisan-Nya. Padahal, Ia melakukannya hanya selama 3 tahun dari 33 tahun hidup-Nya di dunia. 

Siapa di antara kita yang berani menyangsikan bahwa Maria dan Yosef, sebagaimana lazimnya orang tua Yahudi, juga  mengajarkan-Nya untuk bertekun dalam DOA sesuai tradisi bangsa yahudi? 

Siapa di antara kita yang berani menyangsikan bahwa hati-Nya penuh dengan DOA kepada Bapa-Nya ketika Ia dibaptis? 

Pada awal karya pelayanan-Nya, Ia bukan mengajarkan bagaimana cara untuk menarik simpati banyak orang, melainkan bagaimana BERDOA dengan benar.

Dalam kesibukan pelayanan-Nya, Ia menyempatkan diri menyepi untuk BERDOA.

Sebelum diserahkan pada penguasa yang kejam, Yesus BERDOA kepada Bapa bagi kesatuan murid-murid-Nya.

Sebelum mengambil keputusan memikul salib, Ia BERDOA di taman Getsemani.

Ketika Ia disalib, Ia berseru dengan pedih dan menDOAkan mazmur, “Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Daku?”
 
Di balik karya nyata Yesus selalu ada DOA.

Di balik karya yang gilang gemilang, selalu ada lutut yang setia bertelut.

Kita dapat saja melakukan karya nyata yang dikagumi banyak orang.

Namun kita tidak dapat serta merta mengatakan bahwa karya kita adalah doa kita.

Bahkan, kita dapat saja terjerumus memuliakan diri sendiri dalam karya kita.

Namun ingatlah, bahkan ketika tubuh kita terbaring lemah tak berdaya, 

satu-satunya karya yang dapat kita lakukan justru adalah BERDOA bagi kepentingan Gereja dan sesama.

Karya yang luar biasa sekalipun tidak dapat menggantikan DOA. 

Maka jangan meremehkan DOA.

DOA adalah jantung karya kita. 

~IOJC (tu scis quia amo te)~