Tuesday, October 30, 2012


TRICK OR TREAT!!!!

Ketika penghujung Oktober tiba, banyak orang di berbagai negara di belahan bumi, sibuk menghias diri dengan berbagai macam kostum. Ada kostum malaikat, bentuk-bentuk hantu yang muncul dari budaya lokal, Banyak rumah dihias dengan berbagai bentuk. Yang paling diingat adalah –setidaknya di kawasan Amerika – adalah “Jack-O-Lantern”, labu kuning menyala dengan mulut menyeringai –da
n tentu saja kumpulan anak kecil dengan kostum serba aneh yang menagih permen, trick or treat!!! Yup, it’s Halloween!!!

Walaupun di Indonesia mungkin paling banter hanya dirasakan di kawasan-kawasan tertentu kota-kota besar –dan paling hanya dalam bentuk kemeriahan pesta kostum –tidak bisa dipungkiri bahwa liburan Halloween telah menyedot arus konsumerisme, seperti halnya Natal. Apa sebenarnya Halloween itu?
Halloween berasal dari kata Hallow’s eve. Hallow adalah kata bahasa Inggris kuno untuk “Saint”. Maka Hallow’s eve adalah malam para orang kudus. Hal ini dikarenakan pada tanggal 1 November, umat Katolik di seluruh dunia merayakan Hari Raya Semua Orang Kudus, dimana Gereja Katolik secara khusus menghormati semua orang kudus baik mereka yang “terdaftar”(di-kanonisasi) maupun yang tidak. (Sedangkan sehari setelahnya, pada tanggal 2 November, seluruh Gereja Katolik memperingati Peringatan Arwah Semua Orang Beriman/All Souls Day).

Asal usul Hari Raya Orang Kudus sendiri dalam Gereja Katolik memiliki kisah yang panjang. Sampai pada abad ke-9, Gereja Katolik merayakan Hari Raya Orang Kudus pada tanggal 13 Mei, dalam suasana sukacita Paskah. Dalam terang iman ini, Gereja Katolik melihat bahwa para martir adalah sungguh-sungguh merupakan teladan dan sumber inspirasi. Hari Raya Orang Kudus/Solemnity of All Saints adalah suatu hari raya meriah untuk menghormati para kudus yang ada di surga. Adalah Paus Gregorius III yang kemudian menggeser tanggal tersebut menjadi tanggal 1 November untuk Gereja di Roma, Penetapan tanggal ini kemudian disebarluaskan ke seluruh Gereja Katolik di dunia oleh Paus Gregorius IV.

Lalu bagaimana dengan arwah umat beriman? Selama seribu tahun era awal kekristenan, tidak pernah ada hari khusus untuk mengenang arwah orang yang meninggal. Namun hingga abad ke-7, banyak biara yang menyelenggarakan Misa Arwah tahunan bagi para arwah. Gagasan penyelenggaraan tahunan ini akhirnya mengakar juga di lapisan umat di luar biara. Sekitar tahun 1048, seorang abbas (kepala biara) menggagas tanggal 2 November, sebagai hari peringatan arwah. Tanggal ini dipilih untuk menegaskan bahwa dalam ajaran Katolik, hubungan antara orang kudus di surga (Gereja Jaya), para arwah yang menanti surga dalam api penyucian (Gereja Menderita), dan umat yang masih mengembara dunia (Gereja Peziarah), tidak pernah terputus, berdasarkan ikatan Roh Kudus dalam apa yang disebut oleh Gereja Katolik sebagai “Tubuh Mistik Kristus”.

Ketika tanggal 2 November kemudian ditetapkan Gereja Katolik sebagai hari Peringatan Arwah Semua Orang Beriman yang berlaku universal, maka konsekuensinya, tanggal 31 Oktober akhirnya menjadi Vigili (malam penantian) untuk dua event besar tersebut. Tanggal 31 Oktober pula yang akhirnya menjadi tanggal yang dipilih oleh kaum “reformator” (cikal bakal Protestan) untuk memakukan 95 dalil di pintu Gereja Wittenberg, dengan demikian mereka secara eksplisit dan implisit menyatakan menolak ajaran Gereja Katolik sejak kebangkitan Kristus, yaitu persekutuan para kudus (dalam pengertian Katolik) dan praktik berdoa untuk kedamaian arwah orang beriman yang sudah meninggal.

Banyak orang yang menghubungkan Halloween dengan tradisi suku Celtic. Sebenarnya, tidak ada bukti yang cukup kuat bahwa kedua Paus yang menetapkan Hari Raya Orang Kudus, sebagai inkulturasi terhadap budaya Celtic. Bahkan opini ini baru muncul ribuan tahun setelah Hari Raya Orang Kudus ditetapkan berlaku universal. Tetapi memang tidak bisa disangkal, apa yang saat ini berkembang dalam perayaan Halloween, memang berasal dari budaya pagan Celtic. Lalu apakah sebagai seorang Katolik, tidak boleh merayakan Halloween?

Tentu saja boleh, karena seperti halnya Malam Natal, Malam Hari raya Orang Kudus, juga sepatutnya mendapat tempat di hati umat Katolik. Tidak salah mengadakan pesta kostum, tapi akan lebih baik jika pesta kostum itu diarahkan pada pengenalan akan tokoh-tokoh orang kudus, dan bukan sekadar acara pesta. Mungkin karena di tempat kita peringatan Halloween belum membudaya (karena dipandang sebagai budaya Amerika), maka keluarga-keluarga Katolik dapat berkumpul di rumah-rumah mereka, saling berbagi cerita mengenai riwayat hidup santo/a pelindung masing-masing, atau bisa juga membahas riwayat orang kudus yang belum terlalu dikenal bersama anak-anak. Mari kembalikan “budaya Amerika” ini menjadi “budaya Katolik”!

:)