Thursday, September 20, 2012


Fratres,
Sto Josemaria Escriva, pendiri Opus Dei mengajarkan kita:
#338 Dahulu kala, di mana pengetahuan manusia---ilmu pengetahuan---itu sangat terbatas, agak mungkin bahwa seorang terpelajar sanggup mempertahankan dan membela seorang diri iman kita yang suci.

Pada zaman sekarang ini, dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan modern, pembela-pembela iman haruslah membagi tugas di antara mereka untuk membela Gereja secara ilmiah di segala bidang.

Engkau tidak dapat menghindari diri dari tanggung jawab ini."

Secara umum, terdapat tujuh pertimbangan berkaitan dengan cara kamu dan saya di dalam MENJELASKAN IMAN dan atau pun di kala dituntut untuk melakukan PERTANGGUNG-JAWABAN terhadap iman kita yang satu, kudus, katolik dan apostolik.

"Kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat, dan dengan hati nurani yang murni,"

Pedoman di atas itu datang dari AMANAT rasul Sto. Petrus pada ayat 3:15-16
“15 Tetapi kuduskanlah Kristus di dalam hatimu sebagai Tuhan! Dan siap sedialah pada segala waktu untuk memberi pertanggungan jawab kepada tiap-tiap orang yang meminta pertanggungan jawab dari kamu tentang pengharapan yang ada padamu, tetapi haruslah dengan lemah lembut dan hormat,

16 dan dengan hati nurani yang murni, supaya mereka, yang memfitnah kamu karena hidupmu yang saleh dalam Kristus, menjadi malu karena fitnahan mereka itu.. “

1. Kita sama sekali tidak akan dapat melakukannya kecuali kalau kita dan orang yang menantang iman tersebut bersikap benar dan jujur. Satu-satunya alasan yang membuat setiap orang percaya segala sesuatu adalah karena hal itu benar. Jika suatu kelompok percaya akan kebenaran tertentu sementara kelompok lainnya tidak, maka tidak akan terjadi dialog yang mendalam di antara kedua belah pihak.

2. Jika kita tidak dapat bertukar pendapat dengan sesama dalam suatu semangat cinta, maka sebaiknya kita tidak bertukar pendapat dengan mereka. Allah sendiri berkata, “Marilah, baiklah kita bermufakat” (Yes 1:18, terjemahan secara literal).

Perundingan dengan tujuan “Saya menang, Anda kalah” adalah perundingan yang gagal, karena meskipun argument yang kamu sampaikan menang, kamu akan kehilangan sesamamu. Di atas semuanya itu, kita harus memenangkan sesamamu DAN BUKAN memenangkan SUATU pendapat (1Kor 9: 19-22).

“19 Sungguhpun aku bebas terhadap semua orang, aku menjadikan diriku hamba dari semua orang, supaya aku boleh memenangkan sebanyak mungkin orang.

20 Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat.

21 Bagi orang-orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang tidak hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku tidak hidup di luar hukum Allah, karena aku hidup di bawah hukum Kristus, supaya aku dapat memenangkan mereka yang tidak hidup di bawah hukum Taurat.

22 Bagi orang-orang yang lemah aku menjadi seperti orang yang lemah, supaya aku dapat menyelamatkan mereka yang lemah. Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin memenangkan beberapa orang dari antara mereka.”

Fratres,
Orang2 hanya akan percaya dengan seseorang yang mau mendengarkan orang lain.

Biarkanlah sesamamu itu menyampaikan alasan-alasan atas kepercayaannya.

Jadi pertama-tama, dengarkanlah, dengan sungguh-sungguh.

Kedua, ajukan pertanyaan kepadanya. Jadi, mula-mula jadilah muridnya dan biarkanlah dia menjadi gurumu.

Kemudian yang ketiga, temukanlah kelemahan dalam hal apa dia percaya dan ajukanlah pertanyaan tentangnya. Tertariklah dengan kepercayaannya dan dia mungkin akan tertarik dengan kepercayaanmu.

Bacalah Kis 17:16-34 untuk melihat cara Sto. Paulus menggunakan metode ini.

3. Pertimbangan-pertimbangan imanmu tidak membutuhkan bukti-bukti saintifik atau seilmiah atawa canggih. Ketika kita berbicara tentang orang, dan alasan-alasan mempercayai orang, kita tidak membutuhkan bukti-bukti canggih, kita hanya membutuhkan pertimbangan yang baik maupun petunjuk yang benar. Kita menambahkan bukti-bukti saintifik hanya pada hal-hal yang ada di dunia ini. Allah bukan sesuatu yang ada di dunia. Dia adalah Pribadi yang menciptakan dunia (Kej 1:1; Kej 1: 4).

4. Janganlah bersandar pada kecerdasan diri sendiri saja, tetapi terutama kepada Allah. “Jikalau bukan Tuhan yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya” (Mzm 127:1). Hal ini berlaku untuk bangungan ide (argument) dan juga bangunan diri (iman) kita, sebagai Gereja yang dibangun di atas Simon Kefas sang batu karang dan bukan di atas pasir.

Kita ini sebatas hanya bisa menyediakan semua sarana bagi Allah yang dapat Ia pergunakan dari kita.

Dia berkarya di dalam hati manusia.

PENTING:
Kita tidak dapat mengubah siapa pun. Hanya Allah yang dapat melakukannya. Meskipun begitu, kita DAPAT MENABURKAN BENIH kepada sesama di sekeliling untuk kemudian dikembangkan oleh Allah bukan?

Menjalankan tugas perutusan setiap kita yang kita terima dan bawa pulang setiap hari Minggu pada berkat penutup, “Ite, Missa est”—“Pergilah, kalian diutus.”

5. Janganlah takut untuk beradu argument dengan orang-orang yang tidak percaya, PUN tidak soal seberapa cerdas engkau dibandingkan dengan orang itu. Engkau memiliki sesuatu yang tak kunjung padam di pihakmu: yakni kepenuhan kebenaran; absolute truth. Percayalah, tidak akan ada nada argument yang valid yang dapat melawan iman Katolik kita yang kudus. Tidak akan ada pertentangan yang sungguh sanggup memisahkan iman dan akal budi, atau antara iman dan sains, atau iman dan logika. Semua kebenaran adalah kebenaran Allah, dan Allah tidak mengandung kontradiksi di dalam diri-Nya sendiri. Ini dijamin oleh Allah sendiri.

6. Ingatlah bahwa, bahwa manusia itu terutama digerakkan lebih oleh hati dibandingkan oleh akal mereka. Tunjukkanlah kepada mereka cinta Allah dan mereka akan mau percaya kepada-Nya.

Orang-orang tidak percaya terutama karena mereka salah paham dan takut: mereka mungkin berpikir bahwa Allah adalah seperti manajer bank di angkasa, atau penjaga buku, atau polisi.

Ingatlah fakta bahwa dunia dan peradaban di dunia ini diubah oleh Allah melalui 12 petani, nelayan, tabib (para 12 rasul pertama) dan aneka macam profesi yang terbukti sanggup menunjukkan siapa Allah itu sesungguhnya kepada mereka2 yang pada awalnya tidak percaya, bukan?

7. Ketika berjumpa dengan sesama orang Kristiani, hal pertama yang ingin mereka lakukan bukan ingin mempertanyakan atau membuktikan eksistensi Allah, keilahian Kristus, atau otoritas Ilahi Gereja. Itu soal lain.

Ketika berjumpa dengan orang Kristiani atau sesama umat Gereja Allah, reaksi orang-orang adalah “kami juga ingin memiliki apa saja yang kalian miliki.” Orang Kristiani umumnya akan berkata, “Yang kami miliki adalah Yesus.” Lalu setelah mengetahui Kristus melalui orang Kristiani, mereka ingin mengenal Allah melalui Kristus. Hal seperti itu sungguh terjadi dan terbukti dari sekian diskusi yang selama ini terjadi pada beberapa posting di sini, fratres.

Iman adalah sesuatu yang mengagumkan untuk dibagi-bagikan. Iman selalu membawa kebahagiaan, dan kebahagiaan pula kepada diri kita pribadi pada saat dibagi-bagikan. Karena Warta Gembira, Kabar Baik yang kita teruskan. Menjadi terang dan garam. Tetapi, usaha untuk membagikan iman itu tentunya mesti dilakukan dengan lembut dan penuh hormat (1Pet 3:15).

"Damnant quod non intellegunt!"--"Mereka [baca: manusia itu cenderung untuk] menyalahkan/mengutuk apa yang mereka tak mengerti."