Wednesday, October 31, 2012

DAN DIA ADALAH AYAHKU

Alkisah suatu ketika, ada seorang anak yang menangis menemui guru kesayangannya. Sang anak rela berjalan jauh mendatangi rumah gurunya tersebut. Anak itu berumur sekitar 12 tahun. Namanya Ade.

“Pak Guru, aku benci pada Ayahku!... Benci sekali!” teriaknya sambil mendekati gurunya.

“Tenang dulu Ade... tenang...” sang guru mencoba menenangkan Ade, anak yang menangis tersedu-sedu, sambil memeluk dirinya.

“Kenapa Ade membenci Ayah? Coba katakan dengan tenang.”

”Pak Guru, Ayah sering membentakku... Ayah sering menjewerku! Baru saja, saya dimarahin... Pokoknya aku benci dia!” jawab Ade sambil menangis.

”Tenang, dulu Ade...”, ucap Gurunya, sambil mengambil sebuah kertas dan pena, yang kemudian di berikan kepada Ade.

”Coba Ade tuliskan di kertas ini, apa saja kekurangan Ayah Ade, sejak Ade masih kecil hingga sekarang...” kata sang guru kepada Ade. Ade terheran-heran sambil mengusap air matanya. Dia menatap kertas yang disodorkan gurunya.

Perlahan-lahan Ade mulai menuliskannya satu persatu kekurangan Ayahnya. Ayahnya yang suka membentak, suka menjewer dia, dan marah-marah. Dia tulis satu persatu dalam kertas tersebut.

”Sudah Ade?... Kalau sudah, sekarang coba tuliskan segala kelebihan dan kebaikan Ayahmu, sejak Ade masih kecil sekali hingga sekarang... Ayo, tuliskan...” pinta gurunya.

Sejenak Ade berfikir, dengan pandangan condong keatas, mencoba mengingat masa lalunya. Hingga satu persatu ia tuliskan kelebihan dan kebaikan ayahnya. Ayahnya yang suka membelikan dia mainan, mengajak bermain di taman, menggendongnya, membelikan es krim, menemaninya belajar, dan lainnya.

”Sudah Ade?” tanya sang guru dengan halus. Adepun menganggukkan kepalanya, sambil menatap wajah sang guru.

”Nah coba perhatikan, ternyata jauh lebih banyak kebaikan dan kelebihan Ayahmu, dibandingkan kekurangan dan keburukan Ayahmu. Lalu kenapa Ade masih membenci beliau? Harusnya Ade, bersyukur kepada Allah, karena diberikan Ayah yang mencintaimu.”

”Tahukah Ade, ketika engkau masih berada dalam kandungan ibu. Ayah sangat senang mendengar bahwa beliau akan menjadi ayah. Beliau memberitahu kepada seluruh temannya. Dengan bangga dia bercerita bahwa ia akan menjadi bapak. Anak ini Insya Allah akan menjadi anak yang sholeh atau sholehah, berguna bagi Agama, bangsa dan negara. Itulah kata-kata yang dicapkan Ayahmu kepada teman-temannya”

”Tahukah engkau, ketika ibumu akan melahirkan dirimu? Beliau pontang panting mencari bidan terbaik, agar engkau lahir di dunia ini dengan sehat dan sempurna. Beliau tak peduli berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan. Hingga tiba saatnya beliau menangis bahagia ketika melihat dirimu lahir dengan sehat. Sujud syukur dia lakukan tuk mensyukuri karunia-Nya, sambil berdoa agar dirimu menjadi anak yang sholeh, dan berbakti.”

”Tahukah engkau, ketika engkau masih bayi, Ayahmu dan Ibumulah yang membersihkan kotoranmu. Ketika engkau sulit bernafas karena pilek, beliau yang menyedot kotoran hidungmu dengan mulut beliau...”

”Pasti engkau ingat Ade? Ketika engkau harus sekolah, beliau harus membelikan seragam, buku, sepatu, dan lain-lain untukmu. Tahukah engkau Ade, bahwa beliau harus hutang sana sini untuk membelikan itu semua. Beliau merelakan bekerja seharian untuk membayar hutang-hutang itu.”

”Lalu, apakah pantas Ade membenci Beliau?” tanya sang guru.

Ade menunduk dan air matanya mengalir kembali. ”Tidak pantas Pak Guru.” jawabnya lirih sambil tersedu-sedu.

”Nah, pulanglah segera. Pasti beliau sedang mencarimu kemana-mana karena mengkhwatirkanmu. Minta maaflah kepada Beliau. Dan berjanjilah akan menjadi anak yang sholeh yang berbakti kepada orang tua.”

”Tok... tok... tok... ” tiba-tiba terdengar seorang tamu mengetok pintu rumah.

silahkan masuk siapa ya?” Pak Guru segera membukakan pintu.

Ade terperanjat kaget melihat seorang pria yang berada di depan pintu itu. Adepun langsung beranjak berdiri dan memeluknya. Ya, tamu itu adalah ayahnya yang sedang mencari Ade. Sang Guru hanya menatap terharu melihatnya mereka berdua berpelukan.

Saudara terkasih dalam Kristus, Ayah kita adalah sebaik-baik lelaki yang mencintai kita. Mungkin sikapnya tidak sesuai dengan harapan kita. Tapi yakinlah, jangan pernah meragukan, akan ketulusan dan kebesaraan cintanya kepada kita. Amin

Tuesday, October 30, 2012


TRICK OR TREAT!!!!

Ketika penghujung Oktober tiba, banyak orang di berbagai negara di belahan bumi, sibuk menghias diri dengan berbagai macam kostum. Ada kostum malaikat, bentuk-bentuk hantu yang muncul dari budaya lokal, Banyak rumah dihias dengan berbagai bentuk. Yang paling diingat adalah –setidaknya di kawasan Amerika – adalah “Jack-O-Lantern”, labu kuning menyala dengan mulut menyeringai –da
n tentu saja kumpulan anak kecil dengan kostum serba aneh yang menagih permen, trick or treat!!! Yup, it’s Halloween!!!

Walaupun di Indonesia mungkin paling banter hanya dirasakan di kawasan-kawasan tertentu kota-kota besar –dan paling hanya dalam bentuk kemeriahan pesta kostum –tidak bisa dipungkiri bahwa liburan Halloween telah menyedot arus konsumerisme, seperti halnya Natal. Apa sebenarnya Halloween itu?
Halloween berasal dari kata Hallow’s eve. Hallow adalah kata bahasa Inggris kuno untuk “Saint”. Maka Hallow’s eve adalah malam para orang kudus. Hal ini dikarenakan pada tanggal 1 November, umat Katolik di seluruh dunia merayakan Hari Raya Semua Orang Kudus, dimana Gereja Katolik secara khusus menghormati semua orang kudus baik mereka yang “terdaftar”(di-kanonisasi) maupun yang tidak. (Sedangkan sehari setelahnya, pada tanggal 2 November, seluruh Gereja Katolik memperingati Peringatan Arwah Semua Orang Beriman/All Souls Day).

Asal usul Hari Raya Orang Kudus sendiri dalam Gereja Katolik memiliki kisah yang panjang. Sampai pada abad ke-9, Gereja Katolik merayakan Hari Raya Orang Kudus pada tanggal 13 Mei, dalam suasana sukacita Paskah. Dalam terang iman ini, Gereja Katolik melihat bahwa para martir adalah sungguh-sungguh merupakan teladan dan sumber inspirasi. Hari Raya Orang Kudus/Solemnity of All Saints adalah suatu hari raya meriah untuk menghormati para kudus yang ada di surga. Adalah Paus Gregorius III yang kemudian menggeser tanggal tersebut menjadi tanggal 1 November untuk Gereja di Roma, Penetapan tanggal ini kemudian disebarluaskan ke seluruh Gereja Katolik di dunia oleh Paus Gregorius IV.

Lalu bagaimana dengan arwah umat beriman? Selama seribu tahun era awal kekristenan, tidak pernah ada hari khusus untuk mengenang arwah orang yang meninggal. Namun hingga abad ke-7, banyak biara yang menyelenggarakan Misa Arwah tahunan bagi para arwah. Gagasan penyelenggaraan tahunan ini akhirnya mengakar juga di lapisan umat di luar biara. Sekitar tahun 1048, seorang abbas (kepala biara) menggagas tanggal 2 November, sebagai hari peringatan arwah. Tanggal ini dipilih untuk menegaskan bahwa dalam ajaran Katolik, hubungan antara orang kudus di surga (Gereja Jaya), para arwah yang menanti surga dalam api penyucian (Gereja Menderita), dan umat yang masih mengembara dunia (Gereja Peziarah), tidak pernah terputus, berdasarkan ikatan Roh Kudus dalam apa yang disebut oleh Gereja Katolik sebagai “Tubuh Mistik Kristus”.

Ketika tanggal 2 November kemudian ditetapkan Gereja Katolik sebagai hari Peringatan Arwah Semua Orang Beriman yang berlaku universal, maka konsekuensinya, tanggal 31 Oktober akhirnya menjadi Vigili (malam penantian) untuk dua event besar tersebut. Tanggal 31 Oktober pula yang akhirnya menjadi tanggal yang dipilih oleh kaum “reformator” (cikal bakal Protestan) untuk memakukan 95 dalil di pintu Gereja Wittenberg, dengan demikian mereka secara eksplisit dan implisit menyatakan menolak ajaran Gereja Katolik sejak kebangkitan Kristus, yaitu persekutuan para kudus (dalam pengertian Katolik) dan praktik berdoa untuk kedamaian arwah orang beriman yang sudah meninggal.

Banyak orang yang menghubungkan Halloween dengan tradisi suku Celtic. Sebenarnya, tidak ada bukti yang cukup kuat bahwa kedua Paus yang menetapkan Hari Raya Orang Kudus, sebagai inkulturasi terhadap budaya Celtic. Bahkan opini ini baru muncul ribuan tahun setelah Hari Raya Orang Kudus ditetapkan berlaku universal. Tetapi memang tidak bisa disangkal, apa yang saat ini berkembang dalam perayaan Halloween, memang berasal dari budaya pagan Celtic. Lalu apakah sebagai seorang Katolik, tidak boleh merayakan Halloween?

Tentu saja boleh, karena seperti halnya Malam Natal, Malam Hari raya Orang Kudus, juga sepatutnya mendapat tempat di hati umat Katolik. Tidak salah mengadakan pesta kostum, tapi akan lebih baik jika pesta kostum itu diarahkan pada pengenalan akan tokoh-tokoh orang kudus, dan bukan sekadar acara pesta. Mungkin karena di tempat kita peringatan Halloween belum membudaya (karena dipandang sebagai budaya Amerika), maka keluarga-keluarga Katolik dapat berkumpul di rumah-rumah mereka, saling berbagi cerita mengenai riwayat hidup santo/a pelindung masing-masing, atau bisa juga membahas riwayat orang kudus yang belum terlalu dikenal bersama anak-anak. Mari kembalikan “budaya Amerika” ini menjadi “budaya Katolik”!

:)

Sunday, October 28, 2012

HIDUP ADALAH PERJUANGAN

Konon di satu saat yang telah lama berlalu, Elang dan Kalkun adalah burung yang menjadi teman yang baik. Dimanapun mereka berada, kedua teman selalu pergi bersama-sama. Tidak aneh bagi manusia untuk melihat Elang dan Kalkun terbang bersebelahan melintasi udara bebas.

Satu hari ketika mereka terbang, Kalkun berbicara pada Elang, “Mari kita turun dan mendapatkan sesuatu unt
uk dimakan. Perut saya sudah keroncongan nih!”. Elang membalas, “Kedengarannya ide yang bagus”.

Jadi kedua burung melayang turun ke bumi, melihat beberapa binatang lain sedang makan dan memutuskan bergabung dengan mereka. Mereka mendarat dekat dengan seekor Sapi. Sapi ini tengah sibuk makan jagung,namun sewaktu memperhatikan bahwa ada Elang dan Kalkun sedang berdiri dekat dengannya, Sapi berkata, “Selamat datang, silakan cicipi jagung manis ini”.

Ajakan ini membuat kedua burung ini terkejut. Mereka tidak biasa jika ada binatang lain berbagi soal makanan mereka dengan mudahnya. Elang bertanya, “Mengapa kamu bersedia membagikan jagung milikmu bagi kami?”. Sapi menjawab, “Oh, kami punya banyak makanan disini. Tuan Petani memberikan bagi kami apapun yang kami inginkan”. Dengan undangan itu, Elang dan Kalkun menjadi terkejut dan menelan ludah. Sebelum selesai, Kalkun menanyakan lebih jauh tentang Tuan Petani.

Sapi menjawab, “Yah, dia menumbuhkan sendiri semua makanan kami. Kami sama sekali tidak perlu bekerja untuk makanan”. Kalkun tambah bingung, “Maksud kamu, Tuan Petani itu memberikan padamu semua yang ingin kamu makan?”. Sapi menjawab, “Tepat sekali!. Tidak hanya itu, dia juga memberikan pada kami tempat untuk tinggal.” Elang dan Kalkun menjadi syok berat!. Mereka belum pernah mendengar hal seperti ini. Mereka selalu harus mencari makanan dan bekerja untuk mencari naungan.

Ketika datang waktunya untuk meninggalkan tempat itu, Kalkun dan Elang mulai berdiskusi lagi tentang situasi ini. Kalkun berkata pada Elang, “Mungkin kita harus tinggal di sini. Kita bisa mendapatkan semua makanan yang kita inginkan tanpa perlu bekerja. Dan gudang yang disana cocok dijadikan sarang seperti yang telah pernah bangun. Disamping itu saya telah lelah bila harus selalu bekerja untuk dapat hidup.”

Elang juga goyah dengan pengalaman ini, “Saya tidak tahu tentang semua ini. Kedengarannya terlalu baik untuk diterima. Saya menemukan semua ini sulit untuk dipercaya bahwa ada pihak yang mendapat sesuatu tanpa mbalan. Disamping itu saya lebih suka terbang tinggi dan bebas mengarungi langit luas. Dan bekerja untuk menyediakan makanan dan tempat bernaung tidaklah terlalu buruk. Pada kenyataannya, saya menemukan hal itu sebagai tantangan menarik”.

Akhirnya, Kalkun memikirkan semuanya dan memutuskan untuk menetap dimana ada makanan gratis dan juga naungan. Namun Elang memutuskan bahwa ia amat mencintai kemerdekaannya dibanding menyerahkannya begitu saja. Ia menikmati tantangan rutin yang membuatnya hidup. Jadi setelah mengucapkan selamat berpisah untuk teman lamanya Si Kalkun, Elang menetapkan penerbangan untuk petualangan baru yang ia tidak ketahui bagaimana ke depannya.

Semuanya berjalan baik bagi Si Kalkun. Dia makan semua yang ia inginkan. Dia tidak pernah bekerja. Dia bertumbuh menjadi burung gemuk dan malas. Namun suatu hari dia mendengar istri Tuan Petani menyebutkan bahwa Hari raya Thanks giving akan datang beberapa hari lagi dan alangkah indahnya jika ada hidangan Kalkun panggang untuk makan malam. Mendengar hal itu, Si Kalkun memutuskan sudah waktunya untuk pergi dari pertanian itu dan bergabung kembali dengan teman baiknya, si Elang.

Namun ketika dia berusaha untuk terbang, dia menemukan bahwa ia telah tumbuh terlalu gemuk dan malas. Bukannya dapat terbang, dia justru hanya bisa mengepak-ngepakkan sayapnya. Akhirnya di Hari Thanks giving keluarga Tuan Petani duduk bersama menghadapi panggang daging Kalkun besar yang sedap.

Ketika anda menyerah pada tantangan hidup dalam pencarian keamanan, anda mungkin sedang menyerahkan kemerdekaan anda…Dan Anda akan menyesalinya setelah segalanya berlalu dan tidak ada KESEMPATAN lagi…

Seperti pepatah kuno “selalu ada keju gratis dalam perangkap tikus”
Roma 8:28 "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah."
Roma 8:28 "Kita tahu sekarang, bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah."

Saturday, October 27, 2012

Sejenak untuk direnungkan:

"SAPAAN CINTA: MAMA-PAPA"

"Pada hakikatnya wanita disebut "ibu/mama" karena ia pernah melahirkan. Demikian pun, pria disebut bapa/papa karena mempunyai anak kandung. Namun, di antara pria dan wanita tersebut ada saja yang tidak pantas disapa "MAMA-PAPA" hanya karena sikap dan perbuatan mereka yang kasar dan tak berkemanusiaan terhadap anak-anak kandungnya sendiri.

Meskipun demikian, menurutku Anda pantas disapa dengan sebutan cinta itu "papa-mama" tapi bagaimana menurutmu?

Apa pun yang terjadi anak-anakmu tak bisa menyangkal keberadaanmu sebagai "papa-mama" mereka tapi alangkah baik dan indahnya bila Anda sebagai mama dan papa mau mengharumkan nama itu dengan sikap dan tingka lakumu, terutama terhadap anak-anak yang Tuhan percayakan kepadamu. Tunjukanlah kepada anak-anakmu bahwa Anda adalah orang tua yang layak dan pantas bagi mereka.

Kubisikan kepadamu di sore ini: "Engkau boleh menunjukkan kuasamu sebagai orang tua di hadapan anak-anakmu saat ini, tapi suatu waktu Sang Pemberi anak kepadamu akan bertanya; "Sudahkah Anda menggunakan kepercayaan yang Ia berikan kepadamu dengan penuh tanggung jawab dan bijaksana?"

Ingat...banyak pasangan yang sedang mencari anak kandung tapi sampai saat ini mereka tidak mendapatkannya."


Goresan hati seorang sahabat untuk para sahabatnya,

***Duc in Altum***

Friday, October 26, 2012

  • G. K. Chesterton

    "Kita tidak membutuhkan agama untuk memberitahu hal yang benar ketika kita benar. Apa yang kita butuhkan adalah agama yang memberitahu kita apa yang benar ketika kita melakukan kesalahan"

5 Luka Suci Kristus

a 15th century woodcut of the Five Wounds of Christ (source)
Merupakan sebuah misteri mengapa Kristus mempertahankan 5 luka suci ini setelah kebangkitan. Kepada rasul Thomas, ia berkata : “Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tangan-Ku, ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambung-Ku dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.” Kemudian Thomas menjawab Ia dan berkata ‘Tomas menjawab Dia: “Ya Tuhanku dan Allahku!” (Jn 20,27-28).
St. Thomas Aquinas memberikan 5 alasan mendasar mengapa Kristus mempertahankan lima luka ini dalam tubuhnya yang mulia setelah kebangkitan (Summa III.54,4) :
Pertama, karena kelima luka ini memproklamasikan kemuliaan dan kemenangan Kristus. Seperti Adam yang memuliakan dirinya melalui kesombongan dan ketidaktaatan, yang kemudian dikalahkan oleh ular, begitu pula Kristus yang menyamakan dirinya melaui mazmur sebagai “cacing dan bukan manusia” (Maz 22 : 6), untuk mengingatkan kita akan ular perunggu yang diangkat oleh Musa untuk menyembuhkan orang yang terkena gigitan ular dan dosa mereka (bdk Bil 21 : 7-9), “mengosongkan dirinya…Ia merendahkan diri-Nya, taat sampai mati, bahkan mati di kayu salib. Karenanya Allah memuliakan Ia, dan mengaruniakan kepada-Nya nama diatas segala nama;…setiap lidah akan mengakui bahwa Tuhan Yesus Kristus berada dalam kemuliaan Allah Bapa” (Filipi 2: 7-9, 11)
Kedua, Kristus mempertahankan luka-luka-Nya dalam kemuliaan, untuk meneguhkan para muridnya dalam iman dan harapan akan kebangkitan, dan memberi mereka keberanian untuk menderita demi nama-Nya. “Jika Kristus tidak bangkit, sia-sialah iman kalian, karena kalian masih berada dalam dosamu. Karenanya, mereka yang telah mati dalam Kristus, binasa semuanya. Jika kita berharap pada Kristus hanya untuk kehidupan sekarang ini, maka kita ini orang-orang paling malang. Tetapi sesungguhnya Kristus telah bangkit dari mati, Dialah yang pertama sebagai yang sulung dari semua yang telah meninggal. Seorang manusia telah mendatangkan kematian; seorang manusia juga yang mendatangkan kebangkitan diantara orang mati” (1 Kor 15 : 17-21). Diyakinkan akan harapan kita, kita tidak akan takut terhadap penderitaan dan kematian. St. Petrus menganjurkan :”Sebaliknya kamu harus bergembira karena ikut ambil bagian dalam penderitaan Kristus, sebab pada waktu kemulian-Nya dinyatakan, kamu juga akan turut bersuka cita!” (1 Pet 4:12-13)
Ketiga, Ia mempertahankan luka-luka-Nya dalam kemuliaan, agar Ia secara tetap menghadirkannya kepada Bapa di surga, untuk memohon demi keselamatan kita. “Yesus sebagai Imam Agung,” masuk melalui tabernakel yang sempurna dan lebih besar sekali untuk selamanya…melalui darah-Nya ke dalam tempat Terkudus, setelah memperoleh penebusan abadi” bagi kita. Ia masuk “ke dalam surga itu sendiri, sekarang ini Ia ada di hadirat Allah demi kita. Oleh karena itu, untuk segala masa Ia sanggup menyelamatkan mereka yang mendekati Allah melalui Dia, karena Ia hidup untuk menyampaikan permohonan untuk mereka” (Ibr 9:11-12, 24; 7:25)
Keempat, untuk mengesankan mereka yang telah Ia tebus melalui kematiaan-Nya, betapa dengan penuh kasih Ia datang menolong mereka dengan menempatkan luka-luka-Nya dihadapan mereka. Ini Ia lakukan tidak hanya untuk menggambarkan besarnya kasih-Nya (“Inilah kasih itu, bukan kita yang telah mengasihi Allah, melainkan Ialah yang pertama-tama mengasihi kita, dan mengurus putra-Nya sebagai kurban untuk menyilih dosa-dosa kita” – 1 Yoh 4:10), tapi untuk menguatkan harapan kita. “Bila Allah ada di pihak ktia, siapa berani melawan kita? Jika Allah tidak sayang akan Putra-Nya sendiri, tetapi menyerahkan-Nya untuk kita semua, bagaimana Ia tidak memberikan juga hal-hal yang lain bersama dengan Dia? (Roma 8:31-32). Ia tahu bahwa rasa syukur yang besar akan menguatkan kita dalam rasa takut akan Tuhan dan melindungi kita dari dosa. Hal ini menggerakkan St. Paulus untuk berseru kepada umat di Galatia untuk membawa mereka kembali kepada Kristus :”Betapa tololnya kamu, hai orang-orang Galatia! Bagaimana kamu dapat dipesona, meskipun dengan jelas sekali Kristus telah diwartakan sebagai yang tersalibkan? Hanya ini yang hendak kutanyakan kepadamu : Adakah kamu menerima Roh untuk melaksanakan hukum taurat, atau oleh karena percaya kepada injil? …Kalau begitu sia-sia kamu sudah mengalami semuanya ini! Kiranya tidak demikian”
Dan kelima, agar pada Hari Penghakiman tampak bagi semua, bahkan mereka yang terkutuk, betapa adil penghukuman itu sesungguhnya, di dalamnya mereka menolak dengan penghinaan suatu penebusan yang agung. Penulis kuno berseru kepada mereka dalam pribadi Kristus sang Hakin :”Lihatlah ia yang kami salibkan. Lihatlah luka-luka yang kamu timbulkan. Sadarilah sisi yang kamu tikam. Karena olehmulah sisi itu terbuka, dan kamu menolak masuk ke dalamnya” dan karenanya berbagi dalam kehidupan itu sendiri. Kita juga membaca dalam Wahyu :”Lihatlah, Ia datang dengan awan, dan segala mata akan memandang Ia bahkan mereka juga yang menikam Dia” (Wahyu 1:7)
  • Bunda Maria

    Ave Maria, gratia plena, Dominus tecum, benedicta tu in mulieribus, et benedictus fructus ventris tui Iesus. Sancta Maria mater Dei, ora pro nobis peccatoribus, nunc, et in hora mortis nostrae. Amen

St. Pedro Calungsod, Katekis dan Martir


Santo Pedro Calungsod merupakan salah satu dari 7 orang kudus yang dikanonisasi oleh Paus Benediktus XVI pada 21 Oktober 2012. Pedro Calungsod adalah seorang katekis muda. Ia lahir di Cebu, pada tahun 1655. Ia keturunan suku Visayas. Ia digambarkan sebagai pemuda berkulit coklat terang, berwajah bulat dengan hidung kecil, mata hitam, rambut hitam lurus hingga tengkuk, selalu mengenakan kemeja camisas dan celana selutut yang disebut calzones.
Ia pernah belajar di sekolah berasrama milik Serikat Yesus. Ia belajar dalam bahasa Spanyol, sebagai calon baptis dan penerima komuni pertama. Ia memiliki keahlian dalam hal menggambar, melukis, menyanyi, bermain drama dan pertukangan kayu. Ia juga seorang Putra altar pada misa Tridentine.
Tahun 1668, ia memulai perjalanannya bersama misionaris Yesuit ke kepulauan Ladrones. Lalu ia bersama Pastor Luise San Vitores menuju Pulau Guam untuk mengajar Suku Komoro. Sejumlah besar penduduk setempat mau dipertobatkan dan menjadi katolik.
Waktu itu, seorang pedagang China bernama Choco memfitnah bahwa air yang digunakan untuk membaptis beracun. Hal itu tersebar setelah meninggalnya beberapa bayi setelah dibaptis. Choco didukung oleh para dukun (macanjas) dan gigolo (urritaos) yang benci pada misionaris. Sebagian penduduk mulai mempercayai fitnah itu.
Sabtu pagi, 2 April 1672, istri kepala desa melahirkan bayi perempuan. Sang kepala desa yang bernama Mata’pang menolak pembaptisan karena sudah termakan fitnah si Choco. Namun saat Mata’pang pergi, Pastor Vitores membaptis bayi itu atas ijin ibunya yang  katolik. Sang kepala desa bertambah marah dan menyerang dengan tombak. Calungsod sebenarnya bisa mengatasi serangan itu, tapi sang pastor melarangnya untuk membawa senjata. Ia pun bisa melarikan diri, tapi ia tidak mau meninggalkannya sendirian. Akhirnya, tombak itu menghujam dada Calungsod, dan ia wafat pada usia 17 tahun. Saat sakratul maut, Calungsod sempat menerima sakramen pengampunan sebelum sang pastor akhirnya dibunuh. Jenazad mereka dibuang ke teluk Tumon dengan batu besar terikat di kaki dan tidak pernah ditemukan.
Tahun 1994, diajukan proses beatifikasi Calungsod, dan selesai pada 1999. Pada Maret 2000 ia dibeatifikasi oleh Paus Yohanes Paulus II. Dan sekarang ia telah menjadi santo. Ia adalah pelindung para katekis, kaum muda, dan putra altar. Pestanya diperingati setiap tanggal 2 April. Santo Pedro Calungsod, doakanlah kami!
Tulisan ini ditulis ulang dari majalah Hidup dengan beberapa perubahan, dan tidak semuanya tercantum pada artikel ini.
Doa Kepada Santo Pedro Calungsod,
Pedro Calungsod yang terberkati, murid, katekis, migran muda, misioner, teman yang setia, martir, engkau menginspirasi kami dengan kesetiaanmu di masa-masa sulit; dengan keberanianmu dalam mengajar iman di tengah kejahatan; dengan cintamu saat engkau menumpahkan darah demi Injil. Jadikan masalah kami masalahmu (sebutkan masalah anda) dan berbicaralah mewakili kami dihadapan tahta Kerahiman dan Rahmat agar, selagi kami mengalami pertolongan surga, kami didorong untuk hidup dan mewartakan Injil di bumi ini. Amen.
Santo Pedro Calungsod, salah satu 7 orang Kudus yang baru saja dikanonisasi oleh Paus Benediktus XVI. Siapakah dia dan apa yang bisa dipelajari dari hidupnya? Silakan membaca artikel berikut : http://luxveritatis7.wordpress.com/2012/10/25/st-pedro-calungsod-katekis-dan-martir/

Scio Cui Credidi
“Aku tertawa mendengar engkau membicarakan tentang ‘perhitungan’ yang akan dituntutkan Tuhan darimu.

Tidaklah demikian, bagimu Dia bukanlah seorang hakim yang lalim.

Bagimu Dia adalah Yesus.”

Kata-kata ini, yang ditulis oleh seorang Uskup yang suci, telah menghibur hati banyak orang yang mengalami kesulitan, dan juga dapat menghibur hatimu. ~Sto Josemaria Escriva, Camino #168

*”Ad astra per aspera!”—“ Sampai ke bintang dengan jerih payah!”

[+In Cruce Salus, Pada Salib Ada Keselamatan. Thomas A Kempis, 'De Imitatione Christi II, 2, 2]

Tuesday, October 23, 2012

Fratres,
Sesaat lagi kita akan bersiap bersantap siang, dan berdoa Angelus.

Banyak dari kita yang secara teratur mendaraskan doa Angelus, namun di bawah ini berhubungan dengan doa syukur atas makanan yang sudah diberikan Allah untuk kita santap bersama.

Banyak orang Katolik yang sering merasa tak pandai dalam merangkai kata memanjatkan doa yang BAGUS [DAN BENAR secara teologis!). Saya dan kamu mungkin termasuk salah satunya.

Itu sebabnya ada yang lebih suka pakai rumusan doa resmi atau rumusan doa tradisional yang sudah berusia puluhan, bahkan ratusan tahun dipakai oleh Gereja Universal.

Berikut ini adalah doa makan tradisional, yang dipakai Gereja Katolik dari ujung utara Amerika sampai ujung selatan Afrika; dari Istana Kepausan di Vatikan sampai ke biara-biara kuno di Eropa dan rumah-rumah umat awam.

Doa-doa ini dikutip dari terjemahkan dari buku' Preces Selectae (Doa-Doa Terpilih) terbitan Vatikan.

Aslinya tentu, SEPERTI SELALU dalam Bahasa Latin yang turut disertakan juga di bawah ini, buat mereka2 yang tertarik dan mau belajar.


Kita mulai SEPERTI SELALU dengan membuat tanda salib:
Dalam nama Bapa, dan Putera dan Roh Kudus. Amen
-------------------
SEBELUM MAKAN
-------------------
~ "Berkatilah, Ya Tuhan, kami dan pemberian-pemberian-Mu ini,
yang akan kami sambut dari kelimpahan-Mu.
Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami." (Amen.)

~ Sebelum makan siang:
"Semoga Raja kemuliaan kekal menjadikan kita peserta perjamuan surgawi." (Amen.)

~ Sebelum makan malam:
Semoga Raja kemuliaan kekal membimbing kita ke perjamuan hidup abadi." (Amen.)
--------------------------------------------------------------


ANTE MENSAM (= SEBELUM MAKAN)
--------------------------------------------
Bénedic, Dómine, nos, et haec tua dona,
quae de tua largitáte sumus sumptúri.
Per Christum Dóminum nostrum. (Amen.)

~ Ante prandium:
Mensae caeléstis partícipes fáciat nos Rex aetérnae glóriae. (Amen.)

~ Ante cenam:
Ad cenam vitae aetérnae perdúcat nos Rex aetérnae glóriae. (Amen.)


---------------------------
DOA SESUDAH MAKAN
---------------------------
"Kami mengucap syukur kepada-Mu, Allah Yang Mahakuasa,
atas segala anugerah-Mu:
Engkau yang hidup dan meraja sepanjang segala abad." (Amen.)

Semoga Allah memberi kita damai-Nya.
Dan hidup kekal. (Amen.)


~ POST MENSAM (= DOA SESUDAH MAKAN)
-----------------------------------------------------
Agimus tibi grátias, Omnípotens Deus,
pro univérsis benefíciis tuis:
Qui vivis et regnas in sáecula saeculórum. (Amen.)

Deus det nobis suam pacem.
Et vitam aetérnam. (Amen.)
-----------------------------------------------------

Bagus dan menarik, ya? Singkat dan mantap.
Lagipula, siapa yang bilang doa makan itu harus panjang dan bertele-tele?

"Nulla est medicina sine lingua Latina!"--"Tak ada ilmu kedokteran tanpa bahasa Latin."

[+In Cruce Salus, Pada Salib Ada Keselamatan. ~Thomas A Kempis, 'De Imitatione Christi, II, 2, 2]

*Credit to Albert Wibisono dan re-post dari Blog Tradisi Katolik pada tautan < http://www.tradisikatolik.blogspot.com/ >

PS.
Keterangan gambar:
Sto Benedictus dari [kota kecil] Norcia di Italia, pelindung benua Eropa yang namanya secara sengaja dipilih oleh +Joseph Kardinal Ratzinger (kini Paus Benediktus XVI yang kita kasihi), sedang siap bersantap bersama para biarawan.

Monday, October 22, 2012

JADILAH PELITA HIDUP

Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat membekalinya dengan sebuah lentera pelita.

Orang buta itu terbahak berkata: “Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya bisa pulang kok.”


Dengan lembut sahabatnya menjawab, “Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka tidak menabrakmu.”

Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut. Tak berapa lama, dalam perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta.

Dalam kagetnya, ia mengomel, “Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta dong!”

Tanpa berbalas sapa, mereka pun saling berlalu.

Lebih lanjut, seorang pejalan lainnya menabrak si buta.

Kali ini si buta bertambah marah, “Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini supaya kamu bisa lihat!”

Pejalan itu menukas, “Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!”

Si buta tertegun..

Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, “Oh, maaf, sayalah yang ‘buta’, saya tidak melihat bahwa Anda adalah orang buta.”

Si buta tersipu menjawab, “Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya.”

Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta. Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.

Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta kita.

Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, “Maaf, apakah pelita saya padam?”

Penabraknya menjawab, “Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama.”

Senyap sejenak.

secara berbarengan mereka bertanya, “Apakah Anda orang buta?”

Secara serempak pun mereka menjawab, “Iya.,” sembari meledak dalam tawa.

Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan sehabis bertabrakan.

Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui bahwa mereka adalah orang buta.

Timbul pikiran dalam benak orang ini, “Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka.”

Saudara terkasih dalam Kristus, Pelita melambangkan terang kebijaksanaan. Membawa pelita berarti menjalankan kebijaksanaan dalam hidup. Pelita, sama halnya dengan kebijaksanaan, melindungi kita dan pihak lain dari berbagai aral rintangan (tabrakan!).

Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan: Sejuta pelita dapat dinyalakan dari sebuah pelita, dan nyala pelita pertama tidak akan meredup. Pelita kebijaksanaan pun, tak kan pernah habis terbagi.

Bila mata tanpa penghalang, hasilnya adalah penglihatan. Jika telinga tanpa penghalang, hasilnya adalah pendengaran. Hidung yang tanpa penghalang membuahkan penciuman. Fikiran yang tanpa penghalang hasilnya adalah kebijaksanaan.

Fratres,
Perjanjian Lama telah menubuatkan digantinya hukum Taurat dengan Hukum yang lebih sempurna, namanya adalah Perjanjian Baru.
--------------------------

Mari bersama kita baca Ibrani 8:8-13:
"Sebab Ia menegor mereka ketika Ia berkata: "Sesungguhnya, akan DATANG WAKTUNYA," demikianlah firman Tuhan, "AKU AKAN MENGADAKAN PERJANJIAN BARU dengan kaum Israel dan dengan kaum Yehuda," (Ibr 8:8)

"bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka, pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir. Sebab mereka tidak setia kepada perjanjian-Ku, dan Aku menolak mereka," demikian firman Tuhan." (Ibr 8:9)

"Maka inilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel SESUDAH WAKTU ITU," demikianlah firman Tuhan. "Aku akan menaruh hukum-Ku dalam akal budi mereka dan menuliskannya dalam hati mereka, maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku. (Ibr 8:10)

Dan mereka tidak akan mengajar lagi sesama warganya, atau sesama saudaranya dengan mengatakan: Kenallah Tuhan! Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku. (Ibr 8:11)

Sebab Aku akan menaruh belas kasihan terhadap kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa-dosa mereka." (Ibr 8:12)
--------------------------

BACA JUGA Yer 31:31-34
31 Sesungguhnya,akan datang waktunya, demikianlah firman TUHAN, Aku akan mengadakan PERJANJIAN BARUperjanjian baru dengan kaum Israel dan kaum Yehuda,

32 bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi Tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman TUHAN.

33 Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Israel sesudah waktu itu, demikianlah firman TUHAN: Aku akan menaruh Taurat-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Allah mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku.

34 Dan tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan: Kenallah TUHAN! Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah firman TUHAN, sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka."


Hukum Taurat memang sudah tidak berlaku.

Namun patut dicatat bahwa dalam hukum Taurat juga terkandung natural law alias hukum-hukum yang dicatat dalam hati manusia oleh Allah (Rom 2:15).

Sepuluh perintah Allah termasuk bagian dari natural law tersebut.

Jadi, hanya karena Taurat sudah tidak berlaku bukan berarti natural law tidak berlaku. Taurat memang dihapus, tapi natural law tidak. Jadi bagian Taurat yang termasuk natural law masih berlaku (karena hukumnya memang berbeda dengan hukum Taurat).
--------------------------

*Apakah Yesus datang untuk meniadakan Taurat?
--------------------------
Tidak.

Mari bersama kita membaca Injil Mat 5:17

"Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan UNTUK MENGGENAPINYA.

Selama langit dan Bumi masih ada maka tidak ada satu titikpun dari hukum taurat yang akan ditiadakan SEBELUM SEMUANYA TERJADI.
-----------------------------------------

Berarti apa?
Berarti bahwa setelah "semuanya terjadi" maka Hukum Taurat bisa diganti.

Jadi yang dimaksud Yesus tidak meniadakan hukum Taurat ialah bahwa IA datang ke dunia untuk MENGGENAPI SEMUANYA, terutama tentang NUBUAT DIRI-NYA dan MEMBAWA AJARAN BARU serta perintah Allah SECARA PENUH.

Sementara darah Yesus sendiri adalah darah yang diteteskan untuk Perjanjian Baru itu:

Luk 22:20
"Demikian juga dibuat-Nya dengan cawan sesudah makan; Ia berkata: "Cawan ini adalah PERJANJIAN BARU OLEH DARAH-KU, yang ditumpahkan bagi kamu.
--------------------------

Oleh karena Ia berkata-kata tentang PERJANJIAN YANG BARU, Ia menyatakan YANG PERTAMA sebagai PERJANJIAN yang TELAH menjadi TUA. Dan apa yang telah MENJADI TUA DAN USANG, telah dekat kepada kemusnahannya. (Ibr 8:13)
--------------------------

"Deo Vindice!"--"(Dengan) Tuhan sebagai Pelindung (Kita)."

[+In Cruce Salus, Pada Salib Ada Keselamatan. Thomas A Kempis, Imitatione Christi, II, 2, 2)
*Credit to DeusVult, Evangelos

PS.
"Hikmat manusia menjadikan wajahnya bercahaya dan berubahlah kekerasan wajahnya." (Pengkhotbah 8:1) --> Perhatikanlah raut roman wajah KHAS umat beriman yang Katolik pada gambar.
[+In Cruce Salus]
Bacaan Katekismus Gereja Katolik dalam Setahun

Bagian I - Pengakuan Iman
Seksi I Aku Percaya – Kami Percaya
Bab II Allah Menyongsong Manusia

Artikel 2 Pentradisian Wahyu Ilahi

74 Allah "menghendaki supaya semua orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan akan kebenaran" (1 Tim 2:4), artinya supaya semua orang mengenal Yesus Kristus Bdk. Yoh 14:6.. Karena itu Kristus harus diwartakan kepada semua bangsa dan manusia dan wahyu mesti sampai ke batas-batas dunia.
"Dalam kebaikan-Nya Allah telah menetapkan, bahwa apa yang diwahyukan-Nya demi keselamatan semua bangsa, harus tetap utuh untuk selamanya dan diteruskan kepada segala keturunan" (DV 7).

I. Tradisi Apostolik
II. Hubungan antara Tradisi dan Kitab Suci

Satu Sumber yang Sama ...
80 "Tradisi Suci dan Kitab Suci berhubungan erat sekali dan terpadu. Sebab keduanya mengalir dari sumber ilahi yang sama, dan dengan cara tertentu bergabung menjadi satu dan menjurus ke arah tujuan yang sama" (DV 9). Kedua-duanya menghadirkan dan mendaya-gunakan misteri Kristus di dalam Gereja, yang menjanjikan akan tinggal bersama orang-orang-Nya "sampai akhir zaman" (Mat 28:20).

... Dua Cara yang Berbeda dalam Mengalihkannya
81 "Kitab Suci adalah pembicaraan Allah sejauh itu termaktub dengan ilham Roh ilahi".
"Oleh Tradisi Suci Sabda Allah, yang oleh Kristus Tuhan dan Roh Kudus dipercayakan kepada para Rasul, disalurkan seutuhnya kepada para pengganti mereka, supaya mereka ini dalam terang Roh kebenaran dengan pewartaan mereka, memelihara, menjelaskan, dan menyebarkannya dengan setia" (DV 9).

82 "Dengan demikian maka Gereja", yang dipercayakan untuk meneruskan dan menjelaskan wahyu, "menimba kepastiannya tentang segala sesuatu yang diwahyukan bukan hanya melalui Kitab Suci. Maka dari itu keduanya [baik tradisi maupun Kitab Suci] harus diterima dan dihormati dengan cita rasa kesalehan dan hormat yang sama" (DV 9).

Tradisi Apostolik dan Gerejani
83 Tradisi yang kita bicarakan di sini, berasal dari para Rasul, yang meneruskan apa yang mereka ambil dari ajaran dan contoh Yesus dan yang mereka dengar dari Roh Kudus. Generasi Kristen yang pertama ini belum mempunyai Perjanjian Baru yang tertulis, dan Perjanjian Baru itu sendiri memberi kesaksian tentang proses tradisi yang hidup itu.

Tradisi-tradisi teologis, disipliner, liturgis atau religius, yang dalam gelindingan waktu terjadi di Gereja-gereja setempat, bersifat lain. Mereka merupakan ungkapan-ungkapan Tradisi besar yang disesuaikan dengan tempat dan zaman yang berbeda-beda. Dalam terang Tradisi utama dan di bawah bimbingan Wewenang Mengajar Gereja, tradisi-tradisi konkret itu dapat dipertahankan, diubah, atau juga dihapus.

"ALLAH PUN HANYA MENANTIMU"

"Adalah lebih sulit bagi mereka yang melukai atau menyakiti orang lain sebagai balas dendam untuk berinisiatif meminta maaf kepada mereka yang terluka."
Dan, Allah pun hanya menanti dengan sabar kapan luluh hatimu untuk meminta maaf dari saudaramu yang terluka dan tersakiti akibat kata dan tindakanmu."

***Duc in Altum***
Buang Amarahmu dan Berikan Maaf Yang Tulus Iklas

“Terus memendam amarah sama seperti menggenggam bara panas untuk dilontarkan kepada seseorang, Andalah yang akan terbakar.” -Sidharta Gautama

Dalam hidup memang wajar kalau ada peristiwa-peristiwa yang membuat kita marah dan kecewa. Tapi cepat kendalikan emosi Anda kembali. Jangan biarkan rasa amarah, dendam, iri, kesal atau kecewa kepada pasangan, teman, rekan kerja, atau atasan di kantor bercokol lama di hati kita.


Kekesalan, amarah dan kekecewaan hanya akan mengaktifkan hukum tarik menarik, membuat Anda menerima apa yang Anda berikan.

Bila kesal pada pasangan atau ada kawan yang mengingkari janji, lalu Anda menyalahkan mereka atas kekacauan semua itu, maka Anda akan mendapatkan kembali keadaan yang dipersalahkan itu.

Kembalinya keadaan itu tidak harus selalu dari orang yang Anda salahkan, tetapi sejatinya Anda akan mendapatkan kembali keadaan yang Anda salahkan itu.

Relakan dan maafkanlah. Hati akan terasa lebih lega dan ringan dalam menjalani hidup, lebih fokus terhadap tujuan hidup tanpa terbebani penyakit-penyakit hati yang hanya akan menghabiskan energi positif.

Saudara terkasih, jika saya mengikhlaskan diri saya, saya menjadi yang saya inginkan. Jika saya mengikhlaskan yang saya punya, saya akan menerima apa yang saya butuhkan.

Semoga Tuhan mengaruniai sabar yang tak berbatas dan tulus iklas yang tak bertepi untuk kita semua, sehingga apapun rintangan dan cobaan yang dilalui akan terasa lebih ringan lewat perantaraNya.

Thursday, October 18, 2012

"HATI TULUS MAMA-PAPAMU"

Hal terindah dari para orang tua adalah mereka lebih mudah menyembunyikan kegelisahan, ketakutan dan kesedihan mereka daripada kesenangan dan kebahagiaan jiwa mereka di hadapan anak-anak mereka. Kebahagiaan jiwa sulit disembunyikan, tapi kesedihannya dapat disembunyikan hanya untuk membuatmu tidak cemas dan sedih."

***Duc in Altum***
Renungan Pagi: "SELALU ADA DIA DISAMPINGMU"
Kamis, 18 Oktober 2012
Injil: Lukas 10: 1-9

Tantangan, cobaan, bahkan ancaman pembunuhan pun akan selalu terdengar dari kisah para pewarta Kabar Gembira dalam menjalankan misinya. Nama Yesus selalu dipuji dan dipuja oleh para pencinta-Nya, namun di lain pihak difitnah, ditolak bahkan yang mewartakan-Nya akan selalu mendapatkan cobaan. Dan, inilah yang diingatkan oleh Yesus ketika mengutus para murid di zaman-Nya, yang tentunya terus menerus kita alami dari zaman ke zaman; "Pergilah, Aku mengutus kamu bagaikan domba ke tengah serigala."

Pagi ini, kudatangi engkau para sahabatku dan menyakinkanmu akan satu kebenaran ini; Dalam situasi apa pun, ingatlah bahwa engkau tidak sendirian. Tuhan pun selalu memberi sahabat dalam perjalanan hidupmu. Inilah yang Ia akan selalu buat padamu: "Lalu Ia mengutus mereka berdua-dua mendahului-Nya." Kalau pun seorang teman bahkan teman-temanmu meninggalkanmu dalam tugas/karya bahkan hidupmu, tapi percayalah bahwa Dia yang mengutusmu takan pernah meninggalkanmu sendirian. Ia akan selalu berjalan bersamamu seperti Ia menemani dua murid-Nya yang ke Emaus.

Karena itu, percayalah akan yang satu ini ketika engkau bekerja untuk-Nya: "Kalau pun matamu tidak melihat-Nya, tapi hatimu akan selalu merasakan kehadiran-Nya, karena sesungguhnya Ia akan selalu ada di sana untukmu. "Duc in Altum : Bertolaklah ke tempat yang lebih dalam....ya, selalu bertolaklah ke kedalaman hatimu, karena sesungguhnya Ia akan selalu ada di sana untuk menguatkanmu dengan berkata: "Anak-Ku, jangan takut!


Salam dan doa seorang sahabat untuk para sahabatnya,

***Duc in Altum***

Wednesday, October 17, 2012



Lihatlah betapa lucunya bayi ini. Dia sedang dibaptis dan terlihat ekspresinya menunjukkan "kaget akan rahmat" yang dia terima dalam Pembaptisan.

Bersama foto ini, admin kembali mempublikasikan artikel yang menyerukan agar para orang tua Katolik segera memberi bayi-bayi mereka untuk dibaptis.

Berikut ini isi artikel tersebut:

Ada sebuah tren di masa sekarang di mana orang tua Katolik lebih memilih membaptis anaknya pada usia yang dianggap mereka pantas atau cukup dewasa ketimbang membaptis anaknya pada saat bayi. Seorang anak murid saya (kelas 2 SMP) ternyata hingga sekarang masih belum dibaptis. Ketika saya tanya alasannya kenapa demikian, ia berkata bahwa orangtuanya menunggu agar ia dewasa dahulu, mencapai usia 17 tahun barulah ia dibaptis.

Hal ini mungkin terjadi karena kurangnya kesadaran orang tua akan perlunya pembaptisan bagi anak-anak mereka. Bisa jadi pula karena terpengaruh oleh pandangan-pandangan saudara terpisah lainnya yang menolak pembaptisan bayi. Apa yang umumnya menjadi alasan para orang tua Katolik menunda pembaptisan bagi anak-anak mereka adalah mereka ingin agar anak-anak mereka terlebih dahulu memahami dan mengetahui ajaran-ajaran Kristus sehingga anak-anak mereka dengan kesadaran mereka sendiri mengakui Yesus adalah Tuhan dan Juruselamat serta memilih bersatu dalam Gereja Katolik. Di sini kita melihat bahwa orang tua yang demikian secara tidak langsung menganggap karunia iman haruslah diterima ketika seorang anak mampu menggunakan nalar mereka.

Hal ini sebenarnya memprihatinkan. Mengapa? Karena dengan demikian para orang tua memperpanjang masa resiko bagi anak-anak mereka untuk kehilangan meterai keselamatan yang harusnya diterima mereka segera sesudah mereka lahir. Untuk itu, saya dalam tulisan ini hendak menyampaikan pesan kepada para orang tua Katolik supaya segera membaptis anak-anak mereka, supaya segera memberikan meterai keselamatan bagi mereka,

Mari kita mulai dulu dengan apa itu Pembaptisan. Saya kutip dari Katekismus Gereja Katolik:

KGK 1213 Pembaptisan suci adalah dasar seluruh kehidupan Kristen, pintu masuk menuju kehidupan dalam roh [vitae spiritualis ianua] dan menuju Sakramen-sakramen yang lain. Oleh Pembaptisan kita dibebaskan dari dosa dan dilahirkan kembali sebagai putera-puteri Allah; kita menjadi anggota-anggota Kristus, dimasukkan ke dalam Gereja dan ikut serta dalam perutusannya: "Pembaptisan adalah Sakramen kelahiran kembali oleh air dalam Sabda" (Catech. R. 2,2,5).

KGK 1257 Tuhan sendiri mengatakan bahwa Pembaptisan itu perlu untuk keselamatan Bdk. Yoh 3:5.. Karena itu, Ia memberi perintah kepada para murid-Nya, untuk mewartakan Injil dan membaptis semua bangsa Bdk. Mat 28:19-20; DS 1618; LG 14; AG 5.. Pembaptisan itu perlu untuk keselamatan orang-orang, kepada siapa Injil telah diwartakan dan yang mempunyai kemungkinan untuk memohon Sakramen ini Bdk. Mrk 16:16.. Gereja tidak mengenal sarana lain dari Pembaptisan, untuk menjamin langkah masuk ke dalam kebahagiaan abadi. Karena itu, dengan rela hati ia mematuhi perintah yang diterimanya dari Tuhan, supaya membantu semua orang yang dapat dibaptis, untuk memperoleh "kelahiran kembali dari air dan Roh". Tuhan telah mengikatkan keselamatan pada Sakramen Pembaptisan, tetapi Ia sendiri tidak terikat pada Sakramen-sakramen-Nya.


Melihat dua pernyataan Katekismus Gereja Katolik di atas, kita bisa mengetahui bahwa Sakramen Pembaptisan itu begitu penting dalam tata keselamatan kita, pembaptisan itu perlu bagi kita untuk keselamatan kita. Tidak ada cara lain untuk menjamin keselamatan kita selain Pembaptisan. Rahmat apa saja yang kita terima melalui pembaptisan sehingga dikatakan pembaptisan itu penting bagi keselamatan kita? Saya akan mengacu lagi kepada Katekismus Gereja Katolik.

Pembaptisan yang kita terima membuahkan:
1. Pengampunan seluruh dosa kita termasuk dosa asal yang kita terima dari Adam dan Hawa (bdk. Katekismus Gereja Katolik 1263 dan 1279)
2. Pemberikan meterai tak terhapuskan yang menggabungkan kita dengan Kristus (bdk. KGK 1272-1274 dan 1279)
3. Persatuan dengan Gereja-Nya (bdk. KGK 1267 dan 1279)
4. Pengangkatan kita sebagai anak-anak Allah (bdk. KGK 1265 dan 1279)
5. Kesatuan Sakramental dari Kesatuan Kristen (bdk. KGK 1271)

Inilah buah-buah pembaptisan itu. Inilah yang diterima oleh anak-anak ketika mereka dibaptis. Setiap manusia (kecuali Kristus dan Maria), dilahirkan dalam kodrat manusia yang jatuh dan dinodai dosa asal. Sebagai akibat dosa asal, setiap manusia mengalami “mati kekudusan” yang menghalangi mereka untuk menjadi anak-anak Allah. Oleh karena itu mereka membutuhkan kelahiran kembali di dalam pembaptisan agar mereka dimasukkan ke dalam kerajaan Allah, dipersatukan dengan Kristus dan Gereja-Nya dan tentunya diangkat menjadi anak-anak Allah. Pembaptisan memerdekakan anak-anak dari penjara dosa asal. Oleh karena itu, “Gereja dan orang-tua akan menghalangi anak-anaknya memperoleh rahmat tak ternilai menjadi anak Allah, kalau mereka tidak dengan segera membaptisnya sesudah kelahiran.” (KGK 1250)

Kitab Hukum Kanonik juga menyatakan:

KHK No. 867 Point 1 dan 2. Para orangtua wajib mengusahakan agar bayi-bayi dibaptis dalam minggu-minggu pertama; segera sesudah kelahiran anaknya, bahkan juga sebelum itu, hendaknya menghadap pastor paroki untuk memintakan sakramen bagi anaknya serta dipersiapkan dengan semestinya untuk itu. Bila bayi berada dalam bahaya maut, hendaknya dibaptis tanpa menunda-nunda.


Kristus sendiri pernah berkata, “sesungguhnya jika seorang tidak dilahirkan dari air dan Roh, ia tidak dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.” (Yoh 3:5). Di sini Kristus menekankan perlunya kelahiran kembali dalam pembaptisan untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sementara itu, di ayat lain Kristus berkata: “Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku, dan jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.” (Luk 18:16). Bila anak-anak adalah empunya Kerajaan Allah dan jalan pertama agar masuk ke dalamnya adalah melalui pembaptisan, maka dari itu pembaptisan bayi adalah begitu penting untuk dilaksanakan.

St. Hipolitus dari Roma dalam tulisan Tradisi Para Rasul yang ditulis pada tahun 215 M mengatakan, “Anak-anak haruslah dibaptis pertama kali. Semua anak yang dapat menanggapi [pembaptisan] untuk dirinya sendiri, hendaklah mereka menanggapinya. Bila ada anak-anak yang tidak dapat menanggapi [pembaptisan] untuk dirinya sendiri, hendaklah orang tua mereka menanggapinya untuk mereka, atau seseorang lain dari keluarga mereka.”

Sedangkan Bapa Gereja St. Gregorius dari Nazianzen mengatakan: “Apakah anda memiliki anak bayi? Jangan biarkan dosa memiliki kesempatan. Hendaklah anak bayi dikuduskan sejak masa kecilnya. Dalam usianya yang termuda, biarkanlah dia dikuduskan oleh Roh Kudus.” (Oration on Holy Baptism, 40:7 [388 M]

Dengan demikian, baik Tradisi Suci, Kitab Suci, maupun Magisterium Gereja menekankan pentingnya pembaptisan bayi bagi keselamatan bayi-bayi itu sendiri.

Tentang pembaptisan bayi ini, kita juga bisa melihat bahwa iman adalah karunia Allah bagi semua manusia dari segala usia termasuk usia 1 jam, 1 hari, atau 1 tahun. Bagi bayi-bayi, dalam pembaptisannya, mereka akan menerima iman akan Allah. Tentu pembaptisan walau penting dan perlu untuk keselamatan, tetapi tidaklah cukup. Anak-anak itu harus bertambah, tumbuh besar dan hidup dalam iman. Pada usianya yang masih kecil, iman itu haruslah sudah mereka terima melalui pembaptisan. Tetapi iman itu yang mereka terima itu bagaikan sebuah hadiah istimewa Allah yang terbungkus oleh kertas kado yang harus dibuka, diungkapkan, dijelaskan dan diajarkan oleh orang tua mereka setiap hari.

Oleh karena itu, bersegeralah membaptis anak-anak anda, hai orang tua yang berbahagia.

Pax et bonum

Tuesday, October 16, 2012

Seorang anggota page Gereja Katolik bertanya:
--"Admin saya mau tau tentang sakramen krisma itu apa ? Karna saya berkeinginan ikut sakramen itu thn dpn. Terimakasih :) "--

Berikut ini jawaban dari Kompendium Katekismus Gereja Katolik meng
enai Sakramen Krisma no 265-270

265. Apa peran Sakramen Penguatan dalam rencana keselamatan ilahi?
Dalam Perjanjian Lama, para nabi mewartakan bahwa Roh Allah akan turun ke atas Mesias yang dinantikan dan ke seluruh umat mesianis. Seluruh hidup Yesus dijalani dalam persatuan total dengan Roh Kudus. Para Rasul menerima Roh Kudus pada hari Pentekosta dan mewartakan karya agung Allah (Kis 2:11). Mereka memberikan anugerah Roh yang sama kepada orang yang baru dibaptis dengan penumpangan tangan. Selama berabad-abad, Gereja terus menjalani hidup dalam Roh dan menurunkan-Nya kepada anak-anaknya.

266. Mengapa Sakramen ini disebut dengan Krisma atau Penguatan?
Disebut dengan Krisma (dalam Gereja-Gereja Timur, artinya mengurapi dengan Myron suci – Myron: minyak dari biji Sesawi hitam, atau disebut juga dengan krisma) karena ritus pokok Sakramen ini ialah pengurapan dengan minyak suci (krisma). Disebut dengan Penguatan karena Sakramen ini bertujuan untuk menguatkan dan memperkokoh rahmat Sakramen Pembaptisan.

267. Apa ritus pokok Sakramen Penguatan?
Ritus pokok Sakramen Penguatan ialah pengurapan dengan minyak Krisma Suci (minyak yang dicampur dengan balsam dan diberkati Uskup), yang dilaksanakan dengan penumpangan tangan petugas Gereja (Uskup atau wakilnya) yang mengucapkan kata-kata sakramental dari ritus tersebut. Di Gereja Barat, pengurapan ini diberikan di dahi orang yang sudah dibaptis dengan kata-kata: ”Semoga engkau dimeteraikan dengan karunia Roh Kudus”. Di Gereja-Gereja Timur dari ritus Byzantin, pengurapan ini diberikan juga pada bagian badan yang lain dengan kata-kata: ”Meterai karunia Roh Kudus”.

268. Apa buah Sakramen Penguatan?
Buah Sakramen Penguatan ini ialah pencurahan Roh Kudus secara khusus seperti pada hari Pentekosta. Pencurahan ini memberikan meterai yang tak terhapuskan dan menumbuhkembangkan rahmat Sakramen Pembaptisan. Sakramen ini membuat si penerima masuk lebih dalam menjadi putra-putri ilahi, mempererat hubungannya dengan Kristus dan Gereja, dan memperkuat anugerah Roh Kudus di dalam jiwanya. Sakramen ini memberikan kekuatan khusus dalam memberikan kesaksian iman Kristen.

269. Siapa yang dapat menerima Sakramen ini?
Hanya mereka yang sudah dibaptis dapat menerima Sakramen Penguatan, dan Sakramen ini hanya dapat diterima satu kali saja. Agar penerimaan Sakramen Penguatan berdaya guna, calon harus berada dalam keadaan berahmat.

270. Siapa pelayan Sakramen Penguatan?
Petugas aslinya adalah Uskup. Dengan demikian, bisa ditampakkan hubungan antara orang yang menerima dan Gereja dalam dimensi apostoliknya. Jika yang melaksanakan Sakramen ini adalah seorang imam, yang biasanya terjadi di Gereja Timur dan dalam kasus khusus juga terjadi di Barat, hubungan dengan Uskup dan Gereja diungkapkan oleh Imam yang menjadi pembantu (kolaborator) Uskup dan dengan Krisma Suci yang diberkati oleh Uskup sendiri.
Bacaan Katekismus Gereja Katolik dalam Setahun

Bagian I - Pengakuan Iman
Seksi I Aku Percaya – Kami Percaya
Bab II Allah Menyongsong Manusia
Bab III Jawaban Manusia kepada Allah
Artikel 4 Aku Percaya

Artikel 5 Kami Percaya

166 Iman adalah satu perbuatan pribadi: jawaban bebas manusia atas undangan Allah yang mewahyukan Diri. Tetapi iman bukanlah satu perbuatan yang terisolir. Tidak ada seorang pun dapat percaya untuk dirinya sendiri, sebagaimana juga tidak ada seorang yang dapat hidup untuk dirinya sendiri. Tidak ada seorang yang memberikan iman kepada diri sendiri, sebagaimana juga tidak ada seorang yang memberi kehidupan kepada diri sendiri. Yang percaya menerima kepercayaan dari orang lain; ia harus melanjutkannya kepada orang lain. Cinta kita kepada Yesus dan kepada sesama mendorong kita supaya berbicara kepada orang lain mengenai iman kita. Dengan demikian, setiap orang yang percaya adalah anggota dalam jalinan rantai besar orang-orang beriman. Saya tidak dapat percaya, kalau saya tidak didukung oleh kepercayaan orang lain dan oleh kepercayaan saya, saya mendukung kepercayaan orang lain.

167 "Akupercaya" (pengakuan iman apostolik): itulah iman Gereja, sebagaimana setiap orang beriman mengakui secara pribadi, terutama pada waktu Pembaptisan. "Kami percaya" (pengakuan iman dari Nisea-Konstantinopel Yn.): itulah iman Gereja, sebagaimana para Uskup yang berkumpul dalam konsili itu mengakui atau lebih umum, sebagaimana umat beriman mengakui dalam liturgi. "Aku percaya": demikianlah juga Gereja, ibu kita berbicara, yang menjawab Allah melalui imannya dan yang mengajar kita berkata: "aku percaya", "kami percaya".

I. "Tuhan, Perhatikanlah Iman Gereja-Mu"

168 Pertama-tama Gerejalah, yang percaya dan dengan demikian menopang, memupuk dan mendukung iman saya. Pada tempat pertama Gerejalah yang mengakui Tuhan di mana-mana ("Kepadamu Gereja kudus beriman, tersebar di seluruh dunia", demikian kita menyanyi dalam madah Te Deum), dan bersama dia dan dalam dia, kita juga mengakui: "aku percaya", "kami percaya". Melalui Gereja kita menerima dalam Pembaptisan iman dan kehidupan baru dalam Kristus. Dalam ritus Romawi, pemberi Pembaptisan bertanya kepada yang menerima Pembaptisan: "Apa yang kau minta dari Gereja Allah?" Jawabannya: "Iman" - "Iman memberi apa kepadamu?" - "Kehidupan kekal" (RR. OBA).

169 Keselamatan datang hanya dari Allah, tetapi karena kita menerima kehidupan iman melalui Gereja, maka ia adalah ibunda kita: "Kita mengimani Gereja sebagai ibu kelahiran kembali kita, dan bukan kita percaya akan Gereja, seakan-akan dialah pangkal keselamatan kita" (Faustus d. Riez, Spir. 1,2). Sebagai ibunda kita, ia juga adalah pendidik kita dalam iman.

II. Bahasa Iman

170 Kita tidak percaya kepada rumus-rumus, tetapi kepada kenyataan yang diungkapkannya dan yang dapat kita "raba" oleh karena iman. "Perbuatan orang beriman mempunyai tujuan bukan pada pengungkapan, melainkan pada kenyataan [yang diungkapkan] (Tomas Aqu., s.th. 2-2,1,2 ad 2). Tetapi kita mendekati kenyataan-kenyataan ini dengan bantuan rumus-rumus iman. Formula ini memungkinkan untuk menyatakan dan merumuskan iman, untuk merayakan bersama, untuk menjadikannya milik kita dan untuk semakin hidup darinya

171 Sebagai "tiang dan dasar kebenaran" (1 Tim 3:15), Gereja menyimpan dengan setia "iman yang sudah satu kali diberikan Allah untuk selama-lamanya kepada umatnya" (Yud 3). Ia menyimpan kata-kata Kristus dalam ingatannya; ia meneruskan pengakuan iman para Rasul dari generasi ke generasi. Sebagai seorang ibu yang mengajarkan anak-anaknya berbicara dan dengan demikian juga mengerti dan hidup bersama, Gereja, ibu kita, mengajarkan bahasa iman kepada kita supaya menghantar kita masuk ke dalam pengertian dan kehidupan iman.

Saturday, October 13, 2012

Alkisah suatu hari di sebuah sekolah, ada lomba mobil balap mainan. Pada babak final, tersisa 4 orang anak. Salah satunya bernama Benny. Dibanding semua finalis, mobil Benny paling tidak sempurna.

Saat pertandingan akhir akan dilangsungkan, Benny meminta waktu sebentar. Ia tampak komat-kamit berdoa. Lalu, tak lama kemudian, ia berkata, “Ya, aku siap!”

Dor! Tanda lomba dimulai. Dengan satu hentakan kuat, semua mobil itu pun meluncur cepat, dibantu dorongan tangan anak-anak itu. Ternyata, pemenangnya adalah Benny!


Benny maju dengan bangga saat pembagian piala. Dia sempat ditanyai pak guru, “Hai jagoan :) Kamu pasti tadi berdoa kepada Tuhan agar kamu menang, kan?”

Benny terdiam sejenak, lalu menjawab. “Bukan, Pak. Saya merasa kurang adil meminta pada Tuhan untuk menolongku mengalahkan teman-teman lain. Aku hanya mohon pada Tuhan, supaya aku tidak menangis jika aku kalah.”

Semua hadirin terdiam mendengar itu. Setelah beberapa saat, terdengarlah gemuruh tepuk-tangan yang memenuhi ruangan.

Saudara terkasih Dalam Kristus, Kita sering meminta pada Yang Maha Kusasa untuk menghalau semua halangan dan menjadikan kita “nomor satu”. Mungkin kita kurang percaya bahwa kita itu sebenarnya cukup kuat (dalam berjuang dan mampu menerima setiap kekalahan tanpa menangisi terlalu lama). Ada baiknya, memanjatkan doa dalam ketegaran yang berserah, yakin bahwa hasil apa pun yang didapat, itulah yang terbaik saat ini—bagi kita dan di hadapanNya. Amin

Tuhan Memberkati

Have Faith...

“Rosario adalah bentuk doa yang paling bermutu dan sarana yang paling manjur untuk memperoleh kehidupan kekal. Ini adalah obat untuk semua kejahatan kita, akar dari semua berkat kita. Tidak ada sarana doa lain yang lebih bermutu.” - Paus Leo XIII
Alkisah, ada seekor keledai terjatuh ke dalam sebuah sumur yang dalam. Binatang itu melenguh meratapi nasibnya selama berjam-jam. Sementara itu sang petani, pemilik keledai itu, berusaha menemukan jalan keluarnya.

Karena usia keledai itu sudah cukup tua dan sumur itu memang perlu ditutup, akhirnya sang petani memutuskan bahwa tidaklah penting untuk mendapatkan kembali keledainya. Setelah itu, sang petani mengajak semua tetangganya untuk pergi ke sumur dan membantnunya. Mereka masing-masing memegang sebuah sekop dan mulai menyekop tanah ke dalam sumur.


Ketika si keledai menyadari apa yang terjadi, ia melenguh tak henti-hentinya. Lalu, tiba-tiba si keledai terdiam. Semua warga heran melihatnya. Binatang itu ternyata punya sebuah rencana.

Begitu satu sekop tanah mengenai badannya, si keledai akan menggoyangkan seluruh badannya untuk menyingkirkan tanah yang mendarat di badannya. Lalu, ia akan naik ke atas gundukan tanah yang semakin tinggi.

Akhirnya, gundukan tanah itu sudah cukup tinggi sehingga si keledai mampu ke luar dari sumur dan berderap pergi dengan gembira.

Saudara terkasih dalam Kristus, Kisah di atas bisa menjadi cerminan dari hidup kita. Tak jarang, kehidupan akan “melemparkan tanah” (baca: masalah, rintangan, cobaan, ujian, dan persoalan lainnya) pada diri kita. Trik untuk keluar dari “sumur” itu (baca: kubangan masalah) adalah menyingkirkan masalah-masalah itu dengan berani menghadapinya dan melangkah maju setahap demi setahap.

Pada akhirnya, kita bisa keluar dari “sumur terdalam” sekalipun, asalkan kita tidak pernah berhenti melangkah dan tidak pernah menyerah. Singkirkan semua persoalan itu dengan menghadapinya dan terus melangkah ke depan.

Friday, October 12, 2012

KATEKESE KELUARGA:

APAKAH SEORANG ANAK DAPAT DIBAPTIS DALAM GEREJA KATOLIK MESKIPUN ORANGTUANYA BEDA AGAMA/GEREJA ATAU PERKAWINANNYA BERMASALAH?

Seringkali perkawinan beda agama/ gereja menimbulkan permasalahan pelik yang tidak mudah diselesaikan, yakni mendidik anak secara Katolik.

Perkawinan beda gereja yaitu perkawinan antara seorang Katolik dengan seorang Kristen Non Katolik. Perkawinan beda agama yaitu perkawinan antara seorang Katolik dengan seorang yang bukan Kristen, seperti Islam, Hindu, Buddha. Perkawinan bermasalah maksudnya perkawinan beda agama/gereja yang tidak dilaksanakan secara norma Gereja Katolik/ tidak dilaksanakan melalui tata cara Katolik. Contoh: Seorang Katolik menikah dengan seorang Protestan di Gereja Protestan, Seorang Katolik menikah dengan seorang Muslim di KUA. Perkawinan bermasalah juga terjadi jika dua orang Katolik bercerai secara sipil kemudian menikah lagi dengan sesama Katolik tapi hanya secara sipil dan memiliki anak.

Dalam hal ini Gereja Katolik mengajarkan kepada orangtua untuk mengusahakan agar anaknya dibaptis dalam minggu-minggu pertama setelah kelahirannya sesuai dengan norma kanonik (Kan 867). Mengapa demikian? Karena anak-anak yang memiliki dosa asal membutuhkan pembaptisan sebagai kelahiran kembali sehingga diangkat menjadi anak-anak Allah. Gereja dan orang tua dapat dikatakan menghalangi anak-anaknya memperoleh rahmat tak ternilai menjadi anak Allah, kalau mereka tidak dengan segera membaptisnya sesudah kelahiran (KGK 1250).

Dengan demikian, anak yang lahir dari perkawinan beda agama/gereja dan perkawinan yang bermasalah DAPAT DIBAPTIS DALAM GEREJA KATOLIK, asalkan memenuhi persyaratan berikut:
1. Mendapatkan persetujuan dari orangtuanya, baik yang Katolik maupun bukan Katolik, termasuk perkawinan yang bermasalah. Hal ini untuk menghormati hak dari orangtua yang bukan Katolik terhadap pembaptisan anak. Kecuali dalam bahaya maut, pembaptisan anak dapat dilakukan meski tidak mendapatkan persetujuan orangtuanya (Kan 868).

2. Jaminan bahwa anak tersebut akan mendapatkan pendidikan Katolik dengan baik karena pendidikan iman anak merupakan tanggungjawab utama dari orangtua.

Mengapa dalam bahaya maut, bayi dapat dibaptis tanpa persetujuan orangtuanya?

Prinsip Salus Animarum (Kan 1752), dimana karya pelayanan pastoral Gereja pertama dan utama demi keselamatan jiwa-jiwa sehingga dalam pelayanan pastoral khususnya masalah pembaptisan anak dari perkawinan yang bermasalah nilai keselamatan jiwa-jiwa menjadi prinsip utama.

--Deo Gratias--

Thursday, October 11, 2012

Cara Memecahkan Masalah

Ada beberapa penggali tambang. Setiap hari mereka bekerja dalam tambang. Karena tambang itu kaya mineral alam, maka sudah beberapa tahun mereka tak pernah pindah tempat kerja. Jadi bisa dibayangkan bahwa semakin digali tambang tersebut semakin dalam. Hari itu mereka berada di dasar terdalam dari tambang itu.

Secara tiba-tiba semua saluran arus listrik dalam tambang itu putus. Lampu-lampu semuanya padam. Gelap gulita meliputi dasar tambang itu, dan dalam sekejap terjadilah hirup pikuk di sana. Setiap orang berusaha menyelamatkan diri sendiri. Namun mereka sungguh kehilangan arah. Setiap gerakan mereka pasti berakhir dengan benturan dan tabrakan, entah menabrak sesama pekerja atau menabrak dinding tambang. Situasi bertambah buruk disebabkan oleh udara yang semakin panas karena ketiadaan AC.

Setelah capek bergulat dengan kegelapan, mereka semua duduk lesu tanpa harapan. Satu dari para pekerja itu angkat bicara: ‘Sebaiknya kita duduk tenang dari pada secara hiruk-pikik mencari jalan ke luar. Duduklah secara tenang dan berusahalah untuk merasakan hembusan angin. Karena angin hanya bisa berhembus masuk melalui pintu tambang ini.’

Mereka lalu duduk dalam hening. Saat pertama mereka tak dapat merasakan hembusan angin. Namun perlahan-lahan mereka menjadi semakin peka akan hembusan angin sepoi yang masuk melalui pintu tambang. Dengan mengikuti arah datangnya angin itu, mereka akhirnya dengan selamat keluar dari dasar tambang yang dicekam gelap gulita itu.

Bila bathin anda sedang gundah dan kacau, anda tak akan pernah melihat jalan keluar yang tepat. Anda butuh untuk pertama-tama menenangkan diri. Hanya dalam keheningan anda bisa melihat pokok masyalah secara tepat, serta secara tepat pula membuat keputusan.

Berkah Dalem
-----------------------------
Berbagi Kasih Abner

Tuesday, October 9, 2012


Apa itu NOVENA? Seperti apa sih Novena itu? Saya seringkali mendengar orang Katolik berdoa Novena.. Apa maksudnya?

Novena adalah doa pribadi atau doa bersama selama sembilan hari berturut-turut yang dipanjatkan guna mendapatkan suatu rahmat khusus, memohon suatu karunia khusus atau menyampaikan suatu permohonan khusus. Novena berasal dari kata Latin “novem” yang artinya “sembilan”. Seperti tampak dalam definisi di atas, novena selalu menyiratkan adanya kepentingan yang mendesak.

Dalam liturgi Gereja, novena dibedakan dari oktaf, yang sifatnya lebih pada perayaan, entah sebelum atau sesudah suatu pesta penting. Misalnya, dalam penanggalan liturgi Gereja, kita merayakan Oktaf sebelum Natal, di mana pendarasan antifon “O” membantu kita mempersiapan diri menyambut kelahiran Juruselamat kita. Kita juga merayakan Oktaf Natal dan Paskah, yang meliputi hari pesta itu sendiri dan tujuh hari sesudahnya, guna menekankan sukacita misteri-misteri yang dirayakan.

Sulit ditentukan dengan tepat, asal mula novena sebagai bagian dari harta rohani Gereja. Perjanjian Lama tidak mencatat adanya perayaan selama sembilan hari di kalangan bangsa Yahudi. Sebaliknya, dalam Perjanjian Baru, pada peristiwa Kenaikan Tuhan Yesus, Tuhan memberikan Perutusan Agung kepada para rasul, dan kemudian menyuruh mereka untuk kembali ke Yerusalem dan menunggu datangnya Roh Kudus. Dalam Kisah Para Rasul dicatat, “Maka kembalilah rasul-rasul itu ke Yerusalem dari bukit yang disebut Bukit Zaitun, yang hanya seperjalanan Sabat jauhnya dari Yerusalem. Mereka semua bertekun dengan sehati dalam doa bersama-sama” (Kis 1:12, 14). Sembilan hari sesudahnya, Roh Kudus turun atas para rasul pada hari Pentakosta. Kemungkinan, “periode doa sembilan hari” yang dilakukan oleh para rasul inilah yang menjadi dasar dari doa novena.

Jauh sebelum kekristenan, bangsa Romawi kuno juga mempraktekkan doa selama sembilan hari demi berbagai macam kepentingan. Penulis Livy mencatat bagaimana doa sembilan hari itu dirayakan di Gunung Alban guna menolak bala atau murka para dewa seperti yang diramalkan oleh para tukang tenung. Begitu pula, doa sembilan hari dipersembahkan apabila suatu “hal baik” diramalkan akan terjadi. Keluarga-keluarga juga menyelenggarakan masa duka selama sembilan hari atas kematian orang yang dikasihi dengan suatu perayaan khusus sesudah pemakaman yang dilakukan pada hari kesembilan. Pula, bangsa Romawi merayakan parentalia novendialia, suatu novena tahunan (13-22 Februari) guna mengenangkan segenap anggota keluarga yang telah meninggal dunia. Karena novena telah merupakan bagian dari budaya Romawi, ada kemungkinan umat Kristiani “membaptis” praktek kafir ini.

Apapun yang mungkin merupakan asal mula novena, di kalangan umat Kristiani perdana memang sungguh ada masa berkabung selama sembilan hari atas meninggalnya seseorang yang dikasihi. Maka, pada akhirnya, dipersembahkanlah suatu Misa novena bagi kedamaian kekal jiwa. Hingga sekarang, terdapat praktek novendialia atau Novena Paus, yang dilaksanakan apabila Bapa Suci berpulang, seperti yang kita saksikan saat wafatnya Paus Yohanes Paulus II yang terkasih.

Pada Abad Pertengahan, terutama di Spanyol dan Perancis, doa novena biasa dipanjatkan sembilan hari menjelang Natal, melambangkan sembilan bulan yang dilewatkan Tuhan kita dalam rahim Santa Perawan Maria. Doa novena khusus ini membantu umat beriman mempersiapkan diri merayakan dengan khidmad kelahiran Tuhan kita. Lama-kelamaan berbagai macam novena disusun guna membantu umat beriman mempersiapkan diri menyambut suatu pesta istimewa atau guna memohon pertolongan seorang kudus dalam suatu masalah tertentu. Beberapa novena populer yang secara luas biasa didaraskan di Gereja kita adalah Novena Medali Wasiat, Novena Hati Kudus Yesus, Novena Roh Kudus, Novena St Yosef, Novena St Yudas Tadeus, dan lain sebagainya.

Cukup sulit mengatakan mengapa kita tidak mendaraskan novena dalam ibadat bersama sesering sebelum Konsili Vatikan II. Saya pernah menanyakan hal ini kepada seorang imam senior, yang pada intinya mengatakan bahwa cukup banyak orang yang ikut ambil bagian dalam doa novena, tetapi melewatkan Misa Kudus. Padahal, sebagai umat Katolik, fokus terutama dalam spiritualitas dan sembah sujud bersama adalah Ekaristi dan Misa Kudus.

Juga, sebagian orang saya pikir telah menyelewengkan novena dengan takhayul. Di setiap paroki di mana saya pernah ditugaskan, selalu saja saya menemukan salinan Novena St Yudas Tadeus yang pada dasarnya menyatakan bahwa jika orang pergi ke Gereja selama sembilan hari berturut-turut dan meninggalkan salinan Novena St Yudas Tadeus, maka doanya akan dikabulkan - semacam surat berantai rohani; bagaikan mesin Katolik otomatis saja: seperti orang memasukkan uang ke dalam mesin penjual, lalu menekan tombol untuk mendapatkan cola yang diinginkannya; dalam hal ini orang mendaraskan doa-doa, pergi ke gereja, meninggalkan salinan doa, dan beranggapan bahwa dengan demikian doanya pastilah dikabulkan. Yang menyedihkan sekarang ini adalah orang bukan, setidak-tidaknya menyalin dengan tangan, melainkan sekedar memfotokopinya, dan yang terlebih parah, biasanya sayalah yang harus membereskan lembaran-lembaran doa ini yang ditinggalkan dan tercecer di seluruh ruang Gereja.

Walau demikian, novena masih mendapat tempat yang sah dan benar dalam spiritualitas Katolik. Dalam buku Pedoman Indulgensi tertulis, “Indulgensi sebagian diberikan kepada umat beriman yang dengan tekun ikut ambil bagian dalam praktek saleh novena bersama yang diadakan sebelum perayaan Natal, atau Pentakosta, atau Hari Raya Santa Perawan Maria Dikandung Tanpa Dosa.” Di sini, sekali lagi Gereja menekankan bahwa novena merupakan suatu praktek rohani yang saleh, yang memperteguh iman individu dan hendaknyalah individu sungguh tekun, dengan selalu mengingat kebajikan Tuhan yang senantiasa menjawab semua doa-doa kita menurut kehendak ilahi-Nya.

Dikutip dari Situs Yesaya..
Salam kasih dan doa, Deo Gratias..

Sunday, October 7, 2012

Dalam suatu diskusi non-formal sambil ngopi-ngopi, tiba-tiba seorang teman menyela pembicaraan dan berkata: "Setiap tindakan baik apapun, selalu pikir dulu baru lakukan. Perbuatan baik tidak selalu menghasilkan buah yang manis."

Kami tertegun mendengar kata-katanya karena belum mengerti ke mana tujuannya. Melihat wajah kami melongo tanda belum mengerTi, ia pun menceritakan kisah perbuatan baiknya menolong seorang yg tergeletak karena dikeroyok segerombolan pemuda. Ia tidak berpikir panjang akan efek negatif dari perbuatannya. Ia kebetulan melintas mengendarai sepeda motor dan melihat pemuda mengerang kesakitan akibat tikaman pisau di tubuhnya. Lalu dengan spontan teman ini turun dari sepeda motornya dan menelepon polisi. Setengah jam kemudian polisi datang memberi pertolongan dan teman ini pun melanjutkan perjalanan. Tapi tak lama kemudian, 2 orang polisi membuntutinya seraya memintanya berbalik arah. Ia heran, kesalahan apa yang ia perbuat sehingga polisi datang.

Rupanya polisi mau meminta keterangan darinya sehubungan kasus penikaman pemuda yang sekarang telah dirawat di rumah sakit. Sebenarnya pertanyaan polisi kepadanya hanya minta kesaksian, tetapi lama-kelamaan pertanyaan itu seolah-olah menyudutkannya seolah-olah ia dianggap sebagai teman pembunuh itu, yang berpura-pura berbuat baik menghilangkan jejak. Urusannya menjadi rumit dan mengganggu banyak aktivitasnya.

Saudara-saudara, terkadang karena takut berurusan, takut repot dan kehilangan waktu, kita membiarkan suatu persoalan terjadi. Memang perlulah selalu berpikir sebelum melakukan tindakan yang kita anggap baik, tetapi jangan lupa bahwa spontanitas dalam melaksanakan kebaikan juga tidak bisa dibendung.

Barangkali persoalan yang dipikirkan oleh Lewi dan Imam dalam Injil hari ini (Luk 10:25-37) adalah: takut repot dan tidak mau berurusan lebih lama yang akhirnya bisa menjadi tugas utamanya. Ketika seorang pemuda disamun di tengah jalan menuju Yeriko, orang pertama yang melintas di jalan sunyi itu adalah kaum Lewi, yang dalam kalangan Yahudi dianggap sebagai kaum terpandang dan terpelajar. Ia malah memalingkan mata dari si korban seolah-olah tidak melihat apa yang terjadi. Orang kedua yang melintas adalah Imam, yang merupakan jabatan dan posisi terhormat di tengah masyarakat. Kaum imamlah yang selalu mengajarkan kebaikan dan cinta kasih dan tau menerangkan hukum-hukum kasih yang tertera pada Kitab Taurat.

Tetapi ketika tiba pada realita, hukum itu mesti diterapkan, ia malah tidak sanggup melakukannya. Sekarang di depan matanya ada pemuda tergeletak hampir mati. Pemuda itu butuh bantuan, tetapi imam yang sedang melintas hanya melihatnya sejenak lantas pergi berlalu. Orang ketiga yang lewat di jalan itu orang Samaria, yang dalam pandangan Yahudi sebagai kalangan yang hina dan rendah. Orang Yahudi sering mencemooh kelompok ini sebagai kelompok yang tidak beriman. Namun, justru orang yang dianggap berdosa, tercemooh, rendahan, pendosa tak beriman itulah yang mau melakukan tindakan kasih.

Pertanyaan ahli taurat mengenai 'bukan sesamaku' dijawab Yesus dengan: "Tidak ada orang yang bukan sesamaku". "Sesama" bukanlah soal darah atau kebangsaan atau persekutuan keagamaan. Hal ini untuk mengobah pola pikir Yahudi yang menganggap bahwa sesama itu adalah teman sebangsa Israel, seperti tertulis dalam teks Kitab Imamat. Tetapi dengan perumpamaan Yesus ini, nampak bagi mereka (walau sulit diterima) bahwa sesamaku adalah semua manusia yang diciptakan Tuhan hadir bersamaku di dunia ini. Kepada mereka, aku wajib membagi kasih.

"Kasih" juga bukan soal apa yang kuketahui, kuucapkan dan kutuliskan untuk orang lain, tetapi soal sikap-tindakan yang kumiliki terhadap orang lain. Imam dan orang Lewi tahu benar mengenai perintah Allah, dan seperti ahli taurat pasti dapat menafsirkannya bagi orang lain. Tiap hari mereka ini mengajar di sinagoga tentang hukum kasih, tentang sedekah, tentang perbuatan baik, tetapi ketika tiba waktu praktek mereka tidak memiliki tujuan yang mendalam. Itu berarti bahwa kasih yang mereka ajarkan hanya tinggal di bibir saja. Sementara orang Samaria, dengan melaksanakan kasih, menunjukkan bahwa ia mengetahui hukum.

Injil hari ini menyinggung semua strata sosial kita, baik kalangan pimpinan, kaum terpelajar, terpandang, politikus, agamawan, rakyat jelata dan sebagainya. Kita semua disapa Yesus lewat Sabda-Nya, supaya kita kembali menyadari bahwa "KASIH" tidak punya batas, sekat, golongan, darah, bangsa, teritorial. Kasih berlaku untuk semua orang. Karena itu, untuk membagi kasih kita tidak perlu bertanya orang itu dari agama apa, suku apa, bangsa apa. Tetapi lihatlah bahwa ia membutuhkan uluran tanganmu. Itulah sesamamu, itulah sesama kita. Dalam hal ini spontanitas sangat berlaku. Untuk menjalankan kasih, kita harus siap menanggung semua resikonya. Semoga.

Deus Meus et Omnia

Wednesday, October 3, 2012

"TUHAN, AMPUNILAH AKU YANG SULIT MENGAMPUNI SESAMAKU"

Siapakah yang dapat melupakan kesalahan dan luka yang dibuat oleh orang lain bagaikan pasir yang berlubang dan berhamburan karena sentuhan tapak-tapak kakimu di atasnya tapi akan menjadi seperti semula setelah tersiram ombak?

Engkau dan aku memang sulit melakukannya untuk sesama kita, tapi kita senang dan bahagia karena Tuhan selalu melakukannya untukmu, untukku, dan untuk kita semua.

Tuhan...ampunilah aku walaupun aku sendiri sulit mengampuni sesama yang bersalah kepadaku. Untuk yang ini pun Tuhan mendengarkanmu.

***Duc in Altum**