Mengapa kita “membuat” tanda salib dan mulai kapan “membuat” tanda salib berlaku dalam ajaran Katolik?
Pembuatan tanda salib di dahi dengan ibu jari atau jari telunjuk sudah menjadi kebiasaan sejak abad II. Tetapi, baru menjadi lebih umum digunakan dalam liturgi pada abad IV. Selain dahi, juga bibir dan dada diberi tanda salib. Pembuatan tanda salib besar yang dimulai dengan dahi, dada kemudian bahu kiri dan kanan, sudah dilakukan abad V sebagai devosi privat. Pembuatan tanda salib ini biasanya disertai dengan mengucapkan rumusan “Dalam nama Bapa dan Putra dan Roh Kudus, Amin.”
Menandai diri dengan salib mempunyai beberapa arti. Pertama, menandai tubuh seorang katekumen dengan salib berarti memeteraikan tubuh katekumen itu sebagai milik Kristus secara menyeluruh, atau mengakui iman yang tak tergoncangkan kepada Kristus. Kedua, menandai dengan salib berarti meneguhkan keunggulan kuasa Kristus atas roh-roh jahat. Ketiga, membuat tanda salib bisa juga merupakan ungkapan secara efektif memohonkan rahmat Allah melalui jasa-jasa Yesus Kristus yang tak terbatas. Rahmat itu dimohonkan untuk tindakan atau peristiwa yang terkait dengan doa ini.
Keempat, menandai dengan salib juga berarti memberikan berkat kepada pribadi atau atas barang melalui jasa-jasa Kristus di salib. Kelima, menandai dengan salib berarti menguduskan pribadi atau barang bagi Tuhan, seperti halnya pengudusan yang terjadi pada Sakramen Baptis.
Pastor Dr Petrus Maria Handoko CM - HidupKatolik.com
--Deo Gratias--
No comments:
Post a Comment