Fratres,
Tentu banyak yg pernah mendengar prinsip 'The end does not justify the
means', ya? Maksudnya, 'Tujuan Tidak Membenarkan Cara.' Artinya,
walaupun tujuannya baik, tidak lantas segala macam cara dibenarkan untuk
diperbuat untuk mewujudkan tujuan yang baik tersebut.
Kita
mundur ke belakang, pada peristiwa final Piala Dunia 2006, Germany:
French Vs Italia. Marco Materazzi memprovokasi Zinedine Zidane.
Materazzi mengata-ngatai Zidane sebagai teroris dan saudara perempuan
Zidane adalah pelacur. Zidane kemudian menanduk Materazzi. Kartu merah
dihadiahkan kepada Zidane. Beberapa hari setelah final, yang dimenangkan
Italia lewat penalti, Materazzi dihukum oleh FIFA dan diberikan sanksi
sebagai hukuman.
"Two wrongs don't make a right."
Satu
kesalahan tidak bisa ditambah kesalahan lainnya untuk kemudian
menjadikan satu kebenaran. Sebuah frase yang cukup terkenal di dunia
Barat, bahkan sering diadaptasi dalam film2 layar lebar Hollywood
ataupun serial televisi yang mewarisi sedikit banyak nilai-nilai Gereja
(meskipun mereka sekarang berusaha sekuat tenaga untuk membuang segala
pengaruh Gereja dan diakui mencapai kesuksesan yang cukup besar). Ini
adalah suatu prinsip yang sangat Katolik sekali.
Semangat dari
prinsip ini mengajarkan bahwa meskipun kita dijahati, kita tidak bisa
membalas perbuatan itu dengan kejahatan lainnya. Karena dengan melakukan
kejahatan sebagai balasan atas tindakan kejahatan yang dilakukan pada
kita, maka itu sama saja membenarkan adanya kejahatan.
Jadi
kalau kita sudah membalas yang jahat dengan yang jahat, apa yang
membedakakan kita dengan orang yang sudah menjahati kita? Sekalipun
pembalasan kita yang jahat tersebut sama nilainya atau lebih kecil
nilainya dari kejahatan yang dilakukan terhadap kita namun tetap saja
kita telah memberi pembenaran terhadap yang jahat, yang relatif itu
hanya terletak pada kadar atau tingkatan "nilai"-nya [saja], toh?
Pada akhirnya kita tidak berusaha untuk menjauhi yang jahat sama
sekali, tapi melakukan kompromi dengan prinsip "minus malum" ("jahat
minimal") yang super sesat itu.
Materazzi tentunya kurang ajar
dan melanggar sportivitas karena lancang menghina orang yang dicintai
Zidane, Lapindo bisa jadi punya kehendak buruk dan ingin lempar tanggung
jawab, NAMUN SEMUA ITU TIDAK MEMBENARKAN PERBUATAN JAHAT APAPUN SEBAGAI
BALASAN ATASNYA.
Materazzi, Zidane, telah bersalah karena melakukan kesalahan.
one wrong + one wrong =//= one right
one wrong + one wrong = two wrongs
Kondisi terpojok seperti apapun tidak membenarkan seseorang untuk
berbuat dosa. Setiap orang diberi rahmat yang cukup untuk tidak berbuat
dosa (1Kor 10:13). Karena itu tidak akan pernah ada kondisi terpojok
yang satu-satunya jalan keluar adalah berdosa. Allah tidak akan
mengijinkannya.
Hanya kelemahan manusia-lah yang membuat mereka
mengira bahwa mereka harus berdosa untuk keluar dari masalah. Pemikiran
seperti ini berarti MERASA LEBIH BIJAK DARIPADA Allah.
Sekalipun kamu lapar dan tidak punya uang atawa makanan, maka kalau kamu
mencuri, maka kamu telah berdosa (bisa berat, bisa ringan). Sekalipun
sebagai contoh perusahaan Lapindo tidak memberi uang sesenpun atau
pemerintah cuek 100% pada hal tersebut sama sekali ini tidak membenarkan
perbuatan dosa oleh para korban yang adalah penghinaan terhadap Allah
dan tidak pernah boleh dilakukan.
Keadilan harus diperjuangkan dengan cara yang mulia dan tak ternodai, dengan tidak berbuat dosa.
Mentalitas kebanyakan orang yang dengan gampang membenarkan perbuatan
dosa menjadi motivasi untuk meneruskan pengajaran kuno Gereja yang
selalu sama sampai akhir jaman ini. Terutama karena pada masyarakat yang
tidak berbudaya Kristen seperti di Republik kita tercinta ini yang
kurang terbiasa atau bahkan tidak pernah mendengar prinsip ini (Two
wrongs don't make a right).
Bahkan, kalau tidak salah, pada
pengajaran "sebelah/tetangga" pernah bilang, "Kalau kamu dijahati maka
balasalah dengan kejahatan yang serupa. Tapi kalau bisa ampunilah."
Mungkin prinsip yang dikenal seperti inilah yang membuat masyarakat
Indonesia, yang mayoritas non-Katolik, asing terhadap pengajaran"Two
wrongs don't make a right" ini.
Lakukan apa yang bisa dilakukan tanpa berbuat dosa atau melanggar hukum.
Kalau memang satu-satunya tindakan yang bisa dilakukan untuk menarik
perhatian adalah tindakan yang melanggar hukum atau dosa, ya JANGAN
DILAKUKAN!
Btw, yang di atas ini tidak akanpernah terjadi.
"No act of sin, even venial one, is justifiable".
"Tidak pernah ada di dunia ini suatu kejadian atau kondisi di mana
jalan keluarnya adalah dengan melakukan dosa." Ini dijamin Allah
sendiri.
Allah memberi rahmat semua orang untuk menghindar
dosa. Allah selalu mengajak manusia untuk tidak dosa. Ketika seseorang
berdosa kepada orang lain maka dalam dosa tersebut, selain si orang lain
telah tersalahi, otomatis rahmat Allah juga terabaikan, ajakan Allah
juga terabaikan. Ini menghinakan Allah.
Setiap orang diberi
rahmat yang cukup untuk tidak berbuat dosa (1Kor 10:13). Karena itu
tidak akan pernah ada kondisi terpojok yang satu-satunya jalan keluar
adalah berdosa. Allah tidak akan mengijinkannya.
Pada ajaran
seberang, kita "harus membunuh" mereka yang menyerang kita. Sedangkan
dalam GK kita tidak diperintahkan untuk membunuh, tetapi jika kita
terpaksa membunuh dalam proses membela diri, hal itu tidak salah.
Dalam Gereja Katolik, membela diri tidak harus dengan cara membunuh.
Tewasnya si agresor hanyalah salah satu hal yang bisa terjadi dari
proses pembelaan diri. Itu tidak salah, tetapi juga bukanlah sebuah cara
yang dianjurkan.
Dalam hukum, seperti yang diajarkan kepada
semua Mahasiswa hukum di awal-awal kuliah mereka, berlaku prinsip,
"hukum yang lebih tinggi mengalahkan hukum yang lebih rendah."
Ini juga berlaku di Indonesia. Di jaman otonomi bebas ini setiap
provinsi bisa membuat hukum-hukum sendiri dengan cukup bebas. Namun
tentunya tidak bisa hukum tersebut bertentangan dengan hukum KUHAP
sebagai contoh.
Hukum ilahi adalah hukum tertinggi yang mengatasi segala hukum. Karena itu tidak ada yang boleh menentangnya.
Mengambil contoh mengenai larangan masuk agama Katolik, yang
dipraktekkan banyak negara2 tertentu di Timur-Tengah (Pakistan, Saudi
Arabia, Republik Islam Iran, dll) ini bertentangan dengan hukum ilahi,
jadi tidak bisa diterima.
~ Para martir Kristen selalu berusaha
menaati hukum negara Romawi yang kafir dan menindas mereka sepanjang
tidak bertentangan dengan hukum ilahi.
~ Mereka membayar pajak kepada pemerintahan yang menindas mereka, dan menghormati Kaisar sebagai pimpinan negara.
~ Dan sejarah tidak mencatat pemberontakan atau gerakan separatis
Kristen terhadap pemerintahan Romawi. Mereka taat kepada hukum negara
dan kepada Allah.
~ Apapun itu kalau kamu berada dalam suatu
negara yang hukumnya menurut kamu tidak adil. Moral Katolik menuntut
kamu untuk menentangnya dengan cara-cara yang tidak melanggar hukum
ilahi dan hukum negara yang bersangkutan.
Semoga pembagian kumpulan penerusan pengajaran moral Gereja ini dapat dimengerti dan bermanfaat.
*"Beati pauperes spiritu!--"Berbahagialah mereka yang rendah hati."
[+In Cruce Salus, Pada Salib Ada Keselamatan. Thomas A Kempis, Imitatione Christi, II, 2, 2)
*Kalimat ini diambil dari Kitab Suci Perjanjian Baru Injil Matius 3:5 yang lebih kita kenal sebagai 'Khotbah di Atas Bukit'.
**Credit to DeusVult, Evangelos.
No comments:
Post a Comment